Sekolah Kita
16 Maret, 2023 21:01 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JOGJA – Wakil Ketua DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Huda Tri Yudiana berpandangan bahwa selisih atau kekurangan biaya pendidikan per tahun bagi siswa SMA/SMA Negeri seharusnya bisa dipenuhi oleh negara.
Mengacu pada SK Gubernur DIY Nomor 20/KEP/2023 tentang Besaran Minimal Biaya Operasional Satuan Pendidikan Jenjang SMA/SMK, Huda mengakui memang ada selisih kekurangan dan sekolah berkeinginan menariknya dari para wali murid.
"Ada selisih antara total BOS dan BOSNAS dengan unit cost minimal. Di sini ada gap yang sering menimbulkan masalah bagi penyelenggara yang dituntut mutu pendidikan," jelas Huda, Kamis (16/3/2023).
Dia merinci unit cost untuk SMA IPS berdasar Peraturan Gubernur (Pergub) adalah Rp 4,8 juta, untuk SMA IPA yaitu Rp 4,9 juta per tahun. Sedangkan untuk SMK Rp 5,3 juta dan Rp 5,5 juta per tahun.
Sementara total BOS hanya 3.5 juta per tahun (BOSNAS Rp 1,4 juta dan BOSDA Rp 2,1 juta) sehingga ada gap sekitar Rp 144 juta per tahun yang mesti disolusikan.
Huda mengatakan dalam konsep yang di bawahnya, minimal selisih unit cost sekolah negeri mesti dipenuhi APBD dan APBN sehingga tidak ada pungutan (sumbangan wajib).
"Pilihannya adalah apakah dari pungutan atau dicukupi negara. Kami berpandangan negara mesti mencukupinya, dan jika kita hitung diperlukan tambahan sekitar Rp 150 miliar per tahun di DIY," kata Huda.
Melalui Raperda pendanaan pendidikan yang tengah disiapkan, Huda mengatakan DPRD Yogyakarta berusaha mewujudkan dan menjamin rasa aman bagi sekolah maupun orang tua siswa.
Tidak hanya itu, Huda melihat keberadaan Sekolah Luar Biasa (SLB) di Yogyakarta juga perlu diperhatikan termasuk sekolah inklusi yang memerlukan anggaran tambahan sekitar Rp 25 miliar per tahun.
"Hal hal ini menjadi konsen agar bisa kecukupan anggaran pendidikan dan pencapaian kualitas pendidikan di Yogyakarta. Harapan kami, sekolah bisa konsen mendidik siswa siswa dengan tenang untuk mempersiapkan generasi masa depan di Yogyakarta," tegas Huda.
Intimidasi
Huda juga mengatakan Perda pendanaan pendidikan ini dihadirkan sebagai upaya sekolah menjadi ajang intimidasi dari berbagai LSM yang mencari-cari kesalahan khususnya terkait dana pendidikan. Biasanya LSM itu kemudian minta uang ke sekolah, dan karena terintimidasi sekolah terpaksa memberikan.
Sebelumnya dalam sebuah diskusi di Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY, Februari lalu, Kabag Perencanaan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY Suci Rohmadi mengatakan Pemda DIY tidak memiliki anggaran untuk memenuhi biaya operasional jenjang pendidikan SMA/SMK.
"Jika dihitung, total biaya operasional dikurangi bantuan BOSNAS ditambah BOSDA, masih terjadi kekurangan yang besarannya tidak bisa dipenuhi pemerintah daerah," katanya.
Dirincikan, untuk siswa SMKN Teknik dibutuhkan tambahan biaya Rp 1,82 juta setahun atau Rp 152 ribu per bulan, SMKN Non Teknik Rp 1,42 juta per tahun atau senilai Rp 152 ribu per bulan.
Untuk siswa SMAN IPA, terjadi kekurangan senilai Rp 1,8 juta setahun atau Rp 152 ribu per bulan dan SMAN IPS ada kekurangan Rp 1,72 juta atau Rp 144 ribu per bulan.
"Angka kekurangan inilah yang nantinya kita tarikkan ke para wali murid untuk membantu mengatasi keterbatasan melaksanakan pendidikan yang berkualitas di jenjang SMA/SMK," jelasnya.
Bagikan