Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA -- Berawal dari keprihatinan melihat anak didik penyandang tunadaksa kesulitan mempelajari materi pembelajaran tentang bangun ruang dan bangun datar, seorang guru SD di Kota Yogyakarta menghadirkan aplikasi pembelajaran interaktif mengenal bangun ruang dan bangun datar bernama 'BangunAR'.
Santo Mugi Prayitno (36), pengajar matematika di SDN Bangunrejo 2, Kelurahan Kricak, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta, memaparkan proyek BangunAR digagas sejak 2017 silam bersama adiknya, Miftah Rizqi Hanafi.
SDN Bangunrejo 2 merupakan sekolah inklusi. Dari 70 siswa yang mengenyam pendidikan di SD tersebut, sebanyak 56 siswa di antaranya adalah penyandang disabilitas.
"Waktu itu saya masih mengajar di SDN Karanganyar, Mergangsan. Saya melihat siswa penyandang tunadaksa kesulitan mempelajari materi ruang bangun dan ruang datar," jelasnya saat ditemui Eduwara.com, Selasa (23/11/2021).
Berbasis teknologi augmented reality (AR), BangunAR sempat tidak dilirik. Pasalnya, saat itu aplikasi pembelajaran interaktif didominasi penggunaan teknologi Macromedia Flash.
AR adalah teknologi yang menggabungkan benda maya dua dimensi maupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut secara realitas dalam waktu nyata. Dalam aplikasi BangunAR, materi dihadiran secara visual, audio dan sentuhan.
Dihadirkan bersama buku panduan materi pembelajaran bangun ruang dan bangun datar, lewat aplikasi, anak didik bisa mempelajari materi secara virtual lengkap dengan cara penyusunan bangun ruang maupun bangun datar.
"Mulanya memang dikhususkan pada siswa penyandang tuna daksa. Namun lambat laun siswa yang mengalami lambat belajar (slow learner) juga bisa memanfaatkan," jelas Santo.
Scan Kode Batang
Dimulai dari buku, orangtua bisa mendapatkan aplikasi BangunAR yang sementara ini masih dikendalikan Santo. Usai menginstal aplikasi di android, pembelajaran mengenai bangun ruang maupun bangun datar bisa segera dilakukan dengan men-scan kode batang yang ada di setiap materi.
Di layar handphone kemudian muncul gambar bangun ruang dan bangun datar yang dipelajari. Bahkan saat ikon main (play) pada kode batang ditutup, perlahan-lahan rancang bangun ruang akan membuka sendiri menampakkan jaring-jaring penyusunnya.
"Jadi semisal materinya adalah persegi, maka saat ditutup tampilan persegi di handphone akan membuka dan memperlihatkan enam sisi-sisinya. Ini mempermudah siswa yang slow learner belajar karena bisa diulang berkali-kali," lanjutnya.
Demikian juga dengan siswa penyandang tunadaksa, melalui materi ini, mereka tidak hanya mengenal bentuk dasar bangun ruang maupun bangun datar, tapi juga diajarkan banyak cara membangun sebuah bangun ruang.
Santo lalu mencontohkan, untuk menggambar lingkaran. Biasanya siswa regular menggunakan jangka, namun di BangunAR dijelaskan pembuatan lingkaran bisa menggunakan dua paku yang dihubungkan benang.
"Aplikasi ini ternyata menarik juga bagi siswa reguler. Di tengah perkembangan teknologi ini mereka belajar cepat lewat BangunAR," kata Santo yang pernah menjadi peserta pelatihan pendidikan inklusif di Korea Selatan.
Santo menjelaskan keberadaan aplikasi ini sebenarnya ditujukan kepada para anak didik yang berstatus ekonomi menengah ke bawah. Sebab aplikasi yang dihadirkan tidak mempergunakan pulsa.
"Sebenarnya yang terpenting dari sistem pembelajaran ini adalah bukunya, aplikasi ini hanya penunjang saja. Artinya, buku tanpa aplikasi bisa diterapkan. Sedangkan aplikasi tanpa buku tidak ada artinya," ungkapnya.
Lebih jauh, Santo mengatakan kelebihan dari aplikasi ini adalah bisa diputar berulang. Seperti menghadirkan guru mempraktikkan pembuatan bangun ruang maupun bangun datar di rumah lewat indera membaca, mendengar dan menyentuh.