logo

Kampus

BRIN Ingin Kampus di Indonesia Lakukan Transformasi Digital

BRIN Ingin Kampus di Indonesia Lakukan Transformasi Digital
Dewan Pengarah Badan Nasional Riset Nasional (BRIN) Marsudi Kisworo dalam Webinar SEVIMA pada Kamis (21/04). Di hadapan 2.000 rektor dan dosen se-Indonesia, Marsudi menjelaskan manfaat yang bisa dirasakan bila perguruan tinggi melakukan transformasi digital, serta tips bagi kampus untuk bertransformasi. (EDUWARA/Dok. SEVIMA)
Setyono, Kampus21 April, 2022 20:30 WIB

Eduwara.com, JOGJA - Badan Nasional Riset Nasional (BRIN) berharap seluruh kampus di Indonesia melakukan transformasi digital demi peningkatan kualitas. BRIN mengusulkan beberapa kiat pada kampus mempercepat transformasi.

Dorongan ini disampaikan Dewan Pengarah BRIN Marsudi Kisworo dalam Webinar SEVIMA pada Kamis (21/04).

Di hadapan 2.000 rektor dan dosen se-Indonesia, Marsudi menjelaskan manfaat yang bisa dirasakan bila perguruan tinggi melakukan transformasi digital, serta tips bagi kampus untuk bertransformasi.

"Transformasi digital di perguruan tinggi sangat penting untuk meningkatkan kualitas kampus. Mustahil menyiapkan putra-putri bangsa yang menguasai teknologi digital dan mampu menaklukkan tantangan global, jika kampusnya sendiri belum mahir menggunakan teknologi," katanya.

Marsudi menjelaskan transformasi digital adalah sebuah disrupsi untuk meningkatkan bisnis serta pendidikan menjadi lebih cepat dan kuat. Teknologi digital seperti kuliah online bahkan bisa mengurangi biaya pengeluaran di perguruan tinggi.

"Namun kalau tidak beradaptasi, kampus sendiri akan terdisrupsi dan ditinggalkan!" paparnya.

Untuk mempercepat transformasi digital, menurut Marsudi, hal pertama yang harus dilakukan adalah memahami apa saja permasalahan di kampus. Proses ini akan membantu perguruan tinggi dalam memetakan solusi digital apa yang diperlukan untuk bertransformasi ke digital.

"Misalnya permasalahan pandemi, apakah harus menghambat seluruh proses pembelajaran dan perbaikan sistem informasi akademik kampus? Jawabnya tentu saja tidak. Kalau kita bisa bertransformasi digital, mengelola kelas dan pelaporan justru makin murah dan mudah," lanjut pria yang kini juga menjabat sebagai Ketua Aliansi Pendidikan Vokasional se-Indonesia (APVOKASI).

Hal kedua adalah munculnya perubahan budaya dan pola pikir dalam menyederhanakan pekerjaan yang ada, mengubah kebiasaan yang konvensional menjadi lebih maju dan kompeten, dan menjaga keamanan diri di ekosistem digital.

Aplikasi Gratis

Keamanan menjadi poin penting, karena pasti ada orang-orang tidak bertanggungjawab yang ingin memanfaatkan data-data tersebut. Jangan sampai ada pihak yang mengambil keuntungan dari banyaknya data yang dimiliki oleh sebuah perguruan tinggi. Keamanan bisa dimulai dengan cara setiap pengguna bertanggungjawab mengamankan datanya masing-masing.

"Ketika sudah beralih menuju digital, setiap SDM (Sumber Daya Manusia) di perguruan tinggi tersebut harus mengubah mindset yang ada. Harus transformasi budaya yang lebih maju dan kompeten untuk bisa melakukan manajemen informasi yang lebih baik. Rektor, dosen, mahasiswa, semua harus mau berubah!" terangnya.

Tips yang terakhir dan tak kalah penting, adalah menentukan solusi digital yang tepat. Kampus bisa memilih apakah akan berinovasi dengan aplikasi sendiri, ataupun memanfaatkan aplikasi yang sudah ada. Terlebih, aplikasi pembelajaran online seperti Zoom maupun sistem akademik berbasis awan (Siakadcloud), telah tersedia dan bisa dengan mudah diperoleh di internet.

Bagi kampus-kampus yang belum mampu, Marsudi berpesan agar pilihan membuat aplikasi dilakukan sendiri secara matang-matang dan jangan sampai dipaksakan. Karena akan berisiko dalam aspek keamanan.

"Perguruan tinggi harus menyesuaikan setiap kemampuannya ketika membangun sistem informasi. Jangan sampai kampus yang belum mampu membangun sistem informasi memaksa untuk membuat sistem informasi sendiri," ujar Marsudi.

Direktur Utama SEVIMA dan Pakar Teknologi Informasi Sugianto Halim mengungkapkan telah tersedia aplikasi akademik dan pelaporan (feeder) yang gratis dan telah digunakan ribuan kampus di Indonesia seperti Gofeeder.

"Aplikasi gratis seperti Gofeeder telah terintegrasi dengan sistem pelaporan pendidikan tinggi yang ada di pemerintah Indonesia (Neofeeder), bisa jadi alternatif kampus-kampus kecil. Sehingga kampus dapat tetap siap dalam menyiapkan segala tantangan digitalisasi, tanpa perlu khawatir dengan keadaan kampus," pungkas Sugianto.

Read Next