Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA - Guru Besar Fakultas Bahasa Seni dan Budaya (FBSB) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sri Harti Widyastuti, melihat ada harmonisasi antara falsafah HamemayuHayuning Bawana dengan Environmental Social Governance yang menjadi dasar transformasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menuju School 5.0.
Ke depan, konsep SMK pada era Society 5.0 mampu memadukan kemajuan teknologi dengan tanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial.
Pernyataan ini disampaikan Widyastuti terkait dengan riset selama empat bulan yang dilakukan enam mahasiswa lintas fakultas di UNY. Riset tersebut berjudul ‘Harmonisasi Falsafah Hamemayu Hayuning Bawana dan Environmental Social Governance untuk Transformasi SMK menuju School 5.0’.
Menurut Widyastuti, falsafah Hamemayu HayuningBawana dapat menjadi landasan nilai kultur untuk tetap melestarikan alam, hubungan dengan sesama dengan memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk melestarikan dan memperkuat nilai-nilai kemanusiaan.
“Falsafah tersebut menjadi dasar penggunaan teknologi secara bijak dan beretika yang juga selaras dengan environmental social governance,” papar Sri Harti Widyastuti dilansir Jumat (10/10/2025).
Widyastuti mengatakan penelitian keterkaitan falsafah tersebut dengan penerapan teknologi akan mampu mendukung mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama SDG 4 (Pendidikan Berkualitas), SDG 11 (Kota dan Komunitas Berkelanjutan), dan SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim).
Enam mahasiswa UNY ini melakukan riset di SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMK Negeri 3 Yogyakarta. Ini merupakan salah satu Program Kreativitas Mahasiswa - Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) yang didanai oleh Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) tahun 2025.
Tim peneliti terdiri dari Syifa Aida Khoirunnisa (ketua, Prodi Manajemen Pendidikan), Azizah Iswan Ramadhani, Fitriana Luvitasari, Irman Ramadhan (Prodi Pendidikan Geografi), dan Putri Khoirunisa Nurfadila (Prodi Pendidikan Bahasa Jawa).
Keprihatinan
Syifa Aida Khoirunnisa menjelaskan penelitian ini berangkat dari keprihatinan terhadap rendahnya pemahaman masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap nilai-nilai kearifan lokal Jawa. Padahal, falsafah Hamemayu Hayuning Bawana memiliki makna mendalam tentang menjaga keseimbangan dan keindahan dunia-sebuah konsep yang sejalan dengan semangat Environmental Social Governance (ESG).
“Nilai-nilai budaya lokal dapat menjadi pedoman moral dalam membangun sekolah yang adaptif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Kedua SMK yang menjadi lokasi riset dipilih karena telah berstatus ‘Sekolah Adiwiyata’ dan memiliki orientasi pada pendidikan berbasis budaya serta pelestarian lingkungan.
Hasil pengamatan awal menunjukkan bahwa kedua sekolah telah menerapkan berbagai kegiatan yang mendukung prinsip ESG, seperti pengelolaan sampah, konservasi energi, dan kegiatan sosial masyarakat. Namun, nilai-nilai budaya lokal seperti HamemayuHayuning Bawana belum sepenuhnya terintegrasi dalam manajemen sekolah maupun dalam kebijakan pembelajaran.
“Kami ingin membangun peta konseptual yang menunjukkan bagaimana nilai-nilai budaya Jawa bisa bersinergi dengan ESG untuk mewujudkan School 5.0 yang berwawasan lingkungan, sosial, dan budaya,” katanya.
Azizah Iswan Ramadhani, anggota tim yang bertugas menyusun instrumen riset, menyampaikan bahwa penelitian ini juga ingin menunjukkan budaya bukanlah sesuatu yang ketinggalan zaman. Nilai-nilai budaya seperti gotong royong, tanggung jawab, dan harmoni justru sangat relevan untuk membentuk karakter siswa di tengah kemajuan teknologi. Budaya adalah fondasi moral dari inovasi.