Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Hari Pendidikan Nasional, yang selalu diperingati setiap 2 Mei, seperti tertelan hingar bingar perayaan Idulfitri yang pada tahun ini jatuh pada tanggal yang sama. Meski telah lewat, Wakil Ketua Bidang Pendidikan Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa (MLPTS) Ki Sunardi mengajak semua pihak untuk intropeksi mengenai kondisi dan keberlangsungan sistem pendidikan nasional.
"Sudahkah sekolah kita menjadi seperti taman? Sudahkah sekolah kita menjadi tempat belajar yang menyenangkan? Sudahkan sistem pendidikan kita berdasarkan budaya bangsanya?" tulis Ki Sunardi dalam rilis ke Eduwara.com, Jumat (6/5/2022).
Menurut Ki Sunardi, peringatan hari Pendidikan Nasional menjadi momentum untuk mengembalikan semangat dan konsep 'Bapak Pendidikan Indonesia', Ki Hadjar Dewantara yang menyatakan bahwa sekolah harus menjadi tempat belajar yang menyenangkan.
"Hari Pendidikan Nasional tak bisa lepas dari sosok Ki Hadjar Dewantara, yang pada tanggal 2 Mei merupakan hari kelahirannya," jelasnya.
Dalam konsep pendidikannya, Ki Hadjar menyebut sekolah dengan istilah 'Tamansiswa', yang artinya siswa, pelajar, anak didik menempuh proses belajar di tempat yang menyenangkan.
Jadi sekolah seharusnya seperti taman, siswa datang ke sekolah dengan senang hati, berada di sekolah juga dengan senang hati dan pada saat harus meninggalkan sekolah, maka siswa akan merasa berat hati.
Melalui Tamansiswa, Ki Hadjar ingin mencapai tujuan utama pendidikan yaitu mendidik manusia merdeka yaitu merdeka batinnya, merdeka pikirannya dan merdeka tenaganya.
"Maksudnya agar anak didik mampu mengembangkan dirinya secara utuh (paripurna) sesuai dengan garis kodratnya yang memiliki rasa harga diri dan kedaulatan pribadi sebagai makhluk yang logis, etis, estetis dan religius untuk dapat terampil hidup mandiri dan hidup merdeka lahir batin," jelasnya.
Menurut Ki Sunardi, konsep pendidikan yang ditawarkan Ki Hadjar, yaitu sistem pendidikan suatu bangsa akan berhasil mendidik para warganya apabila sistem tersebut berdasarkan budaya bangsanya, masih sangat relevan sampai sekarang.
Sistem Among
Konsep ini ditawarkan oleh Ki Hadjar untuk menggantikan sistem pendidikan kolonial dengan sistem pendidikan yang berdasarkan kultur sendiri dengan mengutamakan kepentingan rakyat, dan disebutnya 'Sistem Among'.
Ki Hadjar dengan sistem Amongnya mengoreksi sistem pendidikan kolonial pada saat itu dengan usaha mendidik manusia seutuhnya, dalam mendidik yang dikembangkan bukan saja aspek kognitifnya, tetapi juga aspek afektif dan psikomotoriknya.
"Isi pendidikan tidak hanya memberi ilmu pengetahuan, juga pendidikan yang mengandung nilai-nilai budaya bangsa, semangat kebangsaan, jiwa merdeka, ketrampilan, sejarah kebangsaan, kesenian dan olahraga (pencak silat) yang mengandung nilai-nilai kultural bangsa," paparnya.
Dalam tata kehidupan masyarakat Indonesia yang menjunjung nilai-nilai demokrasi, maka Sistem Among merupakan suatu pranata sosial yang langsung atau tidak langsung telah diakui kebenarannya.
Sistem Among sebagai pranata sosial tersebut dapat dimengerti, karena hakikatnya Sistem Among merupakan sistem pergaulan antar manusia yang dilandasi oleh sikap cinta kasih, saling hormat menghormati, saling harga menghargai, demokratis, tidak ingin menguasai dan mengalahkan orang lain untuk kepentingan dirinya.
"Hari Pendidikan Nasional tahun ini bertema 'Pimpin Pemulihan, Bergerak untuk Merdeka Belajar'. Kata kunci dari tema adalah 'Gerakan' atau 'Berbuat. Kita mengadakan gerakan atau perbuatan nyata, yaitu membasmi kemalasan, dan giat belajar berdasarkan kemerdekaan dan kodratnya," lanjut Ki Sunardi.
Dirinya lantas mengajak semua pihak, khususnya pemangku kepentingan dunia pendidikan Indonesia mengembalikan semangat dan konsep Ki Hadjar bahwa sekolah harus menjadi tempat belajar yang menyenangkan.
"Sebuah wahana belajar yang membuat pendidik merasakan mendidik sebagai sebuah kebahagiaan. Sebuah wahana belajar yang membuat para peserta didik merasakan belajar sebagai sebuah kebahagiaan. Pendidikan sebagai sebuah kegembiraan," tegasnya.
Pendidikan yang menumbuh-kembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, merdeka tenaganya, dan manusia berkarakter sesuai budaya bangsanya yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Manusia merdeka yang terdidik adalah kunci kemajuan bangsa.