logo

Kampus

Indahnya Motif Batik 'Bungong Jeumpa', Inovasi Mahasiswi UNY Asal Aceh

Indahnya Motif Batik 'Bungong Jeumpa', Inovasi Mahasiswi UNY Asal Aceh
Mahasiswi Prodi Pendidikan Seni Kriya Fakultas Bahasa Seni dan Budaya Universitas Negeri Yogyakarta (FBSB UNY), Intan Rafiqa dan batik ‘Bungong Jeumpa’ karyanya. (EDUWARA/Dok. UNY)
Setyono, Kampus05 Mei, 2023 23:10 WIB

Eduwara.com, JOGJA – 'Bungong Jeumpa' menjadi kata yang tidak bisa dilepaskan dari Provinsi Aceh. Selain dikenal sebagai lagu daerah, Bungong Jeumpa sebenarnya adalah bunga kebanggaan masyarakat Aceh dan menjadi bunga khas kerajaan. Bunga ini menjadi simbol semangat dan keindahan Tanah Aceh.

Menariknya meski terkenal, Bungong Jeumpa selama ini belum pernah diaplikasikan menjadi sebuah motif batik. Di Aceh, bunga Bungong Jeumpa banyak diukirkan pada kayu dan bangunan-bangunan.

Langkah besar menjadikan Bungong Jeumpa sebagai motif batik dilakukan mahasiswa asal Aceh yang berhasil menyelesaikan pendidikannya di program studi Pendidikan Seni Kriya Fakultas Bahasa Seni dan Budaya Universitas Negeri Yogyakarta (FBSB UNY), Intan Rafiqa.

Menjadi bahan tugas akhir kuliahnya, Intan mengatakan di Aceh dirinya belum menemukan orang yang mampu mengembangkan motif batik yang mengarah pada ikon daerahnya.

"Kemampuan mengolah kriya batik di Aceh, saya ingin menjadikan Bungong Jeumpa sebagai motif penghias dress batik. Saya hanya ingin karya ini diterima dimasyarakat dan bisa menyenangkan setiap orang yang melihatnya," kata Intan Rafiqa, Jumat (5/5/2023).

Dalam penciptaan motif tersebut, Intan mengambil Bungong Jeumpa jenis putih dan kuning. Bungong Jeumpa putih dan kuning sering dijumpai di halaman rumah dan paling banyak ditemukan di Aceh.

Kemudian ia mengembangkannya dengan mencari inspirasi jenis-jenis Bungong Jeumpa yang mekar dan kuncup, lalu distilasi atau diubah dengan berbagai pengayaan dan dibuat menjadi macam-macam bentuk baru yang bersifat dekoratif, namun ciri khas bentuknya masih terlihat.

Dalam aplikasinya, Intan yang lahir dan besar di Desa Pante Piyeue, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen, menggunakan kain katun Jepang sebagai bahan utama dalam proses pembuatan karya dress batik.

Intan tidak menggunakan kain prima atau primisima yang lazim digunakan untuk menghasilkan karya batik. Pasalnya, di Aceh kain prima dan primisima sangat susah untuk didapatkan, sedangkan kain katun jepang mudah ditemukan di toko-toko kain terdekat.

"Sehingga tidak perlu dikhawatirkan apabila pengrajin di beberapa daerah yang ingin berkarya akan tetapi di daerah tersebut susah untuk mendapatkan kain prima/primisima yang pada umumnya digunakan," papar alumni SMK N 1 Mesjid Raya itu.

Warna Soft

Membidik pengguna karyanya untuk digunakan generasi muda, Intan menghadirkan warna lebih soft. Hal ini disebabkan serat yang ada pada kain katun Jepang berbeda dengan kain prima dan primisima yang digunakan pada umumnya.

"Remaja zaman sekarang lebih tertarik dengan warna-warna yang terlihat lebih soft atau kalem, sebab target untuk penciptaan dress batik ini tertuju kepada remaja dan dewasa," jelasnya.

Ketika diaplikasikan dalam bentuk busana, karya ini kemudian ditambah dengan warna indigosol yaitu biru muda untuk pewarnaan dasar kain, sehingga warnanya terlihat soft.

Pada beberapa bagian daun dan batang menggunakan pewarnaan indigosol berwarna abu-abu, namun pengaplikasian pada kain katun Jepang menjadikan warna abu-abu menjadi warna biru yang lebih gelap dibandingkan pewarnaan dasar biru muda, sehingga menciptakan warna baru yang estetis.

Lewat karya inovatif dalam tugas akhirnya yang berjudul 'Bungong Jeumpa sebagai Motif Penghias Dress Batik', Intan mendapatkan Indeks Prestasi Kumulatif 3,64.

Dosen pembimbing tugas akhir Wahyono, menjelaskan hasil karya kriya batik yang terinspirasi dari bunga Bungong Juempa adalah ide yang brilian dan mampu mengangkat tradisi lokal Aceh yang dikembangkan lewat motif batik. 

Read Next