Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JAKARTA – Literasi keuangan yang baik yang dimiliki oleh penduduk di dalam satu negara dapat mendukung kemajuan ekonomi negara tersebut. Jika literasi keuangan baik maka rakyatnya tidak mudah tertipu oleh investasi bodong atau pinjaman online.
Berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019, indeks inklusi keuangan Indonesia telah mencapai angka 76 persen. Namun, hanya sebesar 38 persen warga negara Indonesia yang paham akan lembaga dan produk keuangan.
Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengatakan, OVO sebagai platform pembayaran, rewards dan layanan keuangan digital menyadari tantangan dalam hal literasi dan inklusi keuangan yang ada di Indonesia.
“Kami berkomitmen untuk memiliki peranan sentral dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan melalui akselerasi transformasi digital di Indonesia. OVO terus mengembangkan bisnis tidak hanya sebagai platform pembayaran digital saja, tetapi kini juga memperluas proposisi untuk menyediakan rangkaian layanan keuangan terlengkap, seperti investasi, proteksi dan pinjaman,” ujar Karaniya dalam webinar yang digelar oleh OVO di Jakarta, Selasa (30/11/2021).
Certified Financial Planner Annisa Steviani menuturkan, jika literasi keuangan sudah baik, perekonomian akan tangguh dan siap untuk menghadapi ketidakpastian global. Perputaran uang akan baik sehingga mendukung efektivitas kemajuan ekonomi.
“Literasi keuangan yang baik tentunya akan lebih sejahtera karena siap menghadapi kondisi darurat,” kata Annisa.
Menurut Annisa masyarakat perlu diberikan edukasi mengenai literasi keuangan sehingga transformasi digital bisa dilakukan secara maksimal.
Dia menambahkan, salah satu hal yang bisa dilakukan oleh masyarakat agar lebih memahami mengenai literasi keuangan adalah masyarakat perlu mengetahui keamanan transaksi yang akan dilakukan.
Selain itu, masyarakat juga perlu mengetahui kemudahan serta manfaat dari pengelolaan uang di era digital. Kemudian, mereka juga perlu tahu informasi tentang produk apa yang akan diambil seperti contohnya kehalalan produk tersebut.
Yang terakhir, masyarakat perlu open minded untuk menerima budaya atau pemahaman baru yang mencakup keamanannya, kemudahan dalam transaksi digital, serta pengetahuan mengenai layanan keuangan yang ditawarkan seperti kehalalan produk investasi dan asuransi.
“Tentunya semua ini perlu dilakukan secara terus menerus melalui kolaborasi berbagai pihak dan pemangku kepentingan,” papar Annisa. (Bhakti)