Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JAKARTA—Kementerian Komunikasi dan Informatika menyiapkan berbagai program stimulus pengembangan kompetensi dengan pendekatan komprehensif untuk mengoptimalkan potensi talenta digital nasional.
Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi menyatakan, pendekatan komprehensif tersebut mencakup tiga tingkat kecakapan yaitu level dasar, level menengah, dan level lanjutan.
"Tingkat basic atau basic digital skill melalui program Gerakan Nasional Literasi Digital atau GNLD Siberkreasi. Kementerian Kominfo pada 2021 telah menjangkau lebih dari 12,3 juta peserta yang terliterasi digital di seluruh provinsi di Indonesia," ujarnya dalam webinar Pesantren Kilat Digital 2022 seperti tercantum dalam siaran pers Kemenkominfo, Selasa (05/04/2022).
Dedy menyatakan pengembangan selanjutnya pada tingkat intermediate atau pelatihan tingkat menengah melalui program Digital Talent Scholarship (DTS). Tema-tema dalam pelatihan DTS sendiri meliputi cyber security, artificial intelligence, cloud computing, big data analytics, digital marketing, maupun kecakapan digital teknis lain yang makin dibutuhkan di era transformasi digital.
"Pada 2021, DTS telah berhasil menjangkau 133.000 peserta dan target peserta juga terus ditingkatkan setiap tahunnya. Sehingga dapat diharapkan DTS menghasilkan 700.000 talenta digital di Indonesia sampai tahun 2024 nanti, tetapi itu pun perlu dukungan dari pihak lain, stakeholders lain untuk bisa memenuhi kebutuhan talenta digital indonesia yang diprediksikan akan mencapai 9 juta talenta digital dalam 15 tahun," jelasnya.
Adapun, untuk stimulis pelatihan kecakapan digital tingkat lanjutan atau advance, Kementerian Kominfo melaksanakan program Digital Leadership Academy yang bertujuan meningkatkan kecakapan digital bagi C-level atau pimpinan sektor privat maupun pemerintahan.
"Pada2022, kami akan memberikan pelatihan untuk 550 peserta bekerjasama dengan universitas-universitas ternama di dunia. Seperti Oxford University, National University of Singapore, Tsinghua University, Harvard Kennedy School, University of Cambridge, Massachusetts Institute of Technology, Cornell University, Imperial College London dan berbagai universitas lainnya," tuturnya.
Dedy menyatakan dunia bisnis saat ini mengalami fenomena organisasi eksponensial, di mana sebuah perusahaan menerapkan tiga prinsip, antara lain memaksimalkan pemanfaatan teknologi, efisiensi jumlah karyawan, dan mempekerjakan karyawan yang memiliki kecerdasan digital.
"Menurut Laporan The Future Jobs dari WEF atau Forum Ekonomi Dunia, pada 2025 mendatang terdapat 43% pelaku industri yang terindikasi akan melakukan reduksi jumlah tenaga kerja sebagai konsekuensi dari pilihan integrasi teknologi. Tidak hanya itu, diproyeksikan pula akan terdapat 85 juta pekerjaan lama yang mungkin akan hilang dan 90 juta pekerjaan baru yang mungkin muncul akibat pembagian kerja antara manusia, mesin, dan algoritma," jelasnya.
Oleh karena itu, Dedy menyatakan masyarakat harus terus didorong untuk membekali diri dengan berbagai skillset yang semakin dibutuhkan di era transformasi digital. Mengutip hasil studi dari LinkedIn, Dedy menjelaskan pada tahun 2020 lalu kebutuhan kecakapan digital di masa depan akan berfokus pada tiga hal yang dikenal sebagai The ABC, yaitu artificial intelligence, big data, dan cloud computing.
"Mengingat karakteristik dunia digital yang makin kompleks, dinamis, serta berkembang dengan sangat kecepatan. Talenta digital Indonesia diharapkan tidak hanya unggul dalam hal keterampilan teknis atau hard skill, namun juga cakap keterampilan nonteknis atau soft skill," jelasnya.
Menurut Jubir Dedy Permadi keterampilan soft skill tersebut dikenal dengan sebutan 4C (critical thingking, creativity, collaboration dan communication), serta complex problem solving. Di Indonesia, kepemilikan atas kemampuan digital sangat relevan untuk dikembangkan di kalangan kandidat tenaga kerja.
"Survei East Ventures Digital Competitiveness Index tahun 2022 menunjukkan bahwa 95,8% perusahaan digital di Indonesia menganggap kemampuan digital merupakan salah satu komponen penting dalam proses seleksi calon tenaga kerja. Namun demikian, 56,3% perusahaan digital saat ini masih merasa kesulitan untuk mencari tenaga kerja dengan kemampuan digital. Mereka menilai kandidat tenaga kerja di Indonesia masih memiliki kelemahan terkait kemampuan digitalnya," jelasnya.