logo

EduBocil

Penanganan Stunting tak Cukup dengan Intervensi Gizi

Penanganan Stunting tak Cukup dengan Intervensi Gizi
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, Agus Suprapto. (EDUWARA/Dok. Kemenko PMK)
Redaksi, EduBocil08 Desember, 2022 05:59 WIB

Eduwara.com, JAKARTA – Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Agus Suprapto mengatakan pencegahan dan penanganan stunting tidak cukup dengan intervensi gizi sensitif dan spesifik.

Perpres 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting menyebutkan intervensi gizi spesifik, yakni intervensi yang berhubungan dengan peningkatan gizi dan kesehatan. Sementara intervensi gizi sensitif, yakni intervensi pendukung untuk penurunan kecepatan stunting, seperti penyediaan air bersih dan sanitasi.

Karena itu, menurut Agus, selain intervensi gizi, pencegahan dan penanganan stunting juga memerlukan penguatan kapasitas dan perilaku. Dalam hal ini, subjek dalam penguatan perilaku untuk penanganan stunting adalah remaja putri, remaja pria, calon pengantin, ibu hamil, dan ibu melahirkan.

"Bicara stunting bukan soal pandangan kita pada balita saja. Subjek kita juga remaja putri dan putra, calon pengantin, ibu hamil, ibu melahirkan. Kita harus menggeret fokus program pada kelompok-kelompok yang ada ini," kata Agus seperti dilansir Eduwara.com, Rabu (7/12/2022), dari laman Kemenko PMK.

Agus menerangkan penguatan kapasitas dan perilaku dimulai dari kesadaran terhadap kesehatan keluarga, seperti membangun kesadaran keluarga untuk memberikan imunisasi dasar lengkap pada anak untuk mencegah penyakit-penyakit yang bisa mengganggu pertumbuhan anak.

Kemudian, menguatkan kapasitas dan perilaku pada remaja untuk mencegah perilaku menyimpang, perilaku seksual berisiko, dan mencegah pernikahan dini. Penguatan ini kata Deputi Agus juga bisa diberikan melalui bimbingan remaja dan bimbingan perkawinan pada remaja putri maupun putra.

Kolaborasi Multi Pihak

Menurut Agus, kolaborasi multi pihak diperlukan untuk menguatkan kapasitas perilaku pada keluarga dan pada remaja untuk mencegah stunting. 

Hal ini dimulai dari peran pemerintah pusat yang telah mengeluarkan kebijakan seperti Perpres 72 Tahun 2021 dan RAN PASTI. Kemudian, kepala daerah, gubernur, bupati, dengan tata aturan di daerah. Selain itu juga camat, lurah atau kepala desa yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, hingga peran tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi agama, ulama, dan hingga keluarga itu sendiri.

Peran organisasi masyarakat bisa menjadi penggerak dalam mengedukasi dan mensosialisasikan konsumsi makanan bergizi pada keluarga, kesadaran pentingnya hidup sehat, dan mencegah pernikahan dini. Kemudian, peran organisasi agama dan ulama bisa menjadi penggerak dalam mencegah perilaku menyimpang berisiko. 

"Kita perlu gotong royong sepakat semuanya bersatu padu. Sekarang aksi nyata hingga tingkat keluarga yang kita butuhkan untuk mencegah stunting," pungkas dia. (K. Setia Widodo/*)

Read Next