Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA - Di tengah tantangan krisis moral dan etika, pendidikan di masa depan harus berlandaskan pada nilai-nilai profetik. Pendidikan tidak lagi cukup hanya berorientasi pada kecerdasan kognitif dan kemampuan teknis. Pendidikan harus membentuk karakter yang memiliki etika, tanggung jawab moral, serta spiritualitas yang mencerahkan.
Hal tersebut ditekankan Guru Besar Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Halim Purnomo, dalam orasi ilmiahnya yang berjudul ‘Pendidikan Karakter Kritis dan Etis: Pendekatan Konsep Profetik di Era Anomalistik’.
“Tiga pilar utama dalam konsep pendidikan profetik, yang sejalan dengan misi kenabian. Pertama, humanisasi (amar ma’ruf); pendidikan harus mampu memanusiakan manusia, menumbuhkan empati, kepekaan sosial, dan sikap saling menghargai,” kata Halim, Rabu (15/10/2025).
Kedua, lanjut Halim, adalah liberasi (nahi munkar), pendidikan harus membebaskan manusia dari kebodohan, kemiskinan, dan ketidakadilan sosial. Sedangkan ketiga, transendensi (iman kepada Allah SWT), yang menekankan pendidikan harus berlandaskan pada nilai ketuhanan.
“Pendidikan tanpa spiritualitas akan melahirkan manusia cerdas tanpa arah moral,” katanya.
Halim juga menyampaikan bahwa di tengah tantangan era digital sebagai ‘Era Anomalistik’, dunia menghadapi perubahan yang sangat cepat, disrupsi teknologi seperti AI, dan pergeseran nilai yang masif.
“Dalam kondisi ini, pendidikan tidak boleh hanya mentransfer pengetahuan, melainkan harus fokus pada pembentukan karakter,” jelasnya.
Bagi Halim, guru memiliki peran sentral sebagai ‘nabi-nabi kecil’ yang menuntun moral dan menyalakan cahaya akhlak. Guru harus menjadi teladan dalam kejujuran, keberanian berpikir, dan keadilan, karena tanpa keteladanan, teori pendidikan hanyalah slogan kosong.
Ia berpandangan pendidikan profetik menjadi solusi fundamental untuk memperbarui sistem pendidikan Indonesia yang selama ini terlalu berfokus pada aspek kognitif dan mengabaikan pembentukan karakter.