Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JAKARTA—Pendidikan inklusif memberikan hak yang sama kepada siswa yang berkebutuhan khusus sesuai dengan usianya. Melalui pendidikan inklusif akan terbangun pendidikan yang nondiskriminasi.
Satuan pendidikan yang menerima siswa yang berkebutuhan khusus harus bersiap diri. Baik kompetensi guru, lingkungan sekolah yang kondusif, dan warga sekolah yang toleran terhadap perbedaan.
Demikianlah benang merah dari penyampaian Direktur Sekolah Dasar, Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd dalam pembukaan Webinar Pendidikan Inklusif Solusi Mencegah Diskriminasi, Rabu (9/2/2022).
Webinar yang diselenggarakan oleh Direktorat Sekolah Dasar itu disiarkan langsung melalui Youtube. Sri Wahyuningsih berharap pendidikan inklusif diimplementasikan oleh semua jenjang satuan pendidikan terlebih sekolah dasar.
"Sekolah dasar merupakan fondasi dari seluruh satuan pendidikan. Kalau anak-anak dan warga sekolah di tingkat sekolah dasar sudah paham, insyaallah peningkatan kualitas pendidikan akan lebih mudah," kata dia.
Lebih lanjut, Sri Wahyuningsih menjelaskan penerapan pendidikan inklusif di Indonesia masih menghadapi tantangan yang cukup besar. Kemudian, pendidikan inklusif harus dimaknai dengan tepat, sehingga pihak yang terlibat dapat memberikan layanan yang berkualitas.
Melalui Direktorat Sekolah Dasar, Kemendikbud Ristek memberikan advokasi, pemahaman, pembinaan, dan fasilitasi kepada satuan pendidikan untuk segera menerapkan layanan pendidikan inklusif.
"Penerapan layanan pendidikan inklusif secara otomatis mengasah anak-anak memiliki kepekaan, kepedulian, meningkatkan toleransi, dan mencegah bullying," jelas dia.
Sementara itu, Direktur Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus, Dr. Yaswardi, M.Si mengatakan pemerintah telah menerapkan beberapa regulasi terkait pendidikan inklusif.
"Pendidikan inklusif telah diatur melalui UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas. Kemudian diperkuat PP No. 13 Tahun 2020, serta Permendiknas No. 70 Tahun 2009 yang lebih fokus kepada profesionalitas guru dalam Satuan Pendidikan Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI)," kata dia.
Menurutnya, pendidikan inklusif adalah pendidikan yang ditujukan untuk semua siswa. Oleh karena itu, Yaswardi merasa pendidikan inklusif sangat tepat dengan konteks Merdeka Belajar.
Merdeka Belajar memberikan arahan dan makna guna mewujudkan pendidikan yang berkualitas.Hal itu, dibutuhkan kolaborasi semua elemen satuan pendidikan dan pemangku kebijakan.
"Kolaborasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi serta kabupaten/kota adalah sebuah keharusan. Tidak berhenti di situ, peran sekolah, masyarakat, dan orang tua juga perlu dalam rangka menguatkan pendidikan inklusif di Indonesia," jelas dia.
Yaswardi menambahkan, paradigma yang diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif yaitu sistem pendidikan yang terbuka, tidak diskriminatif, dan berpusat pada anak dengan mengakomodasi semua anak dalam sistem yang sama.
"Jadi sekolah-sekolah reguler dengan nomenklatur SPPI harus menerapkan paradigma tersebut. Kami melihat ada hal yang menjadi PR bersama, yaitu keberadaan dan profesionalitas Guru Pembimbing Khusus (GPK)," terang dia. (K. Setia Widodo)