Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Nilai Asesmen Standarisasi Pendidikan Daerah (ASPD) menjadi komponen dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2023 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Terkait hal ini, Ombudsman RI (ORI) akan melaporkan hal tersebut ke Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
"Dari kunjungan berbagai sekolah, saya kok baru tahu nilai ASPD di sini menjadi komponen PPDB tahun ini. Saya menanyakan alasan ke guru-guru namun mereka juga tidak mengetahui alasannya," kata pimpinan ORI Indraza Marzuki Rais, Kamis (22/6/2023).
Meski sudah berlangsung sejak 2020, ternyata menurut Indraza, konsep ini ternyata juga baru diketahui Kemendikbudristek. Dijadikannya komponen ASPD untuk PPDB ini seperti kembali ke sistem ujian negara (UN) yang memang sengaja dihapuskan.
Sebagai langkah awal untuk mengetahui alasan ini, ORI bersama dengan Perwakilan ORI DIY akan beraudiensi dengan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY.
"Kami hanya ingin mengetahui alasannya apa, tujuannya apa, atau hanya ingin mempermudah saja. Sebab di daerah lain, pelaksanaan PPDB tidak mengacu kepada nilai ASPD. Kok DIY berbeda?" jelasnya.
Indraza menambahkan, alih-alih penerapan ASPD, sekolah seharusnya lebih fokus meningkatkan mutu pendidikan. Sebab penerapan ASPD bisa jadi dilakukan untuk menyaring murid-murid dengan nilai terbaik.
Karenanya, setelah bertemu Disdikpora, hasil pertemuan tersebut akan disampaikan ke Kemendikbudristek bersama temuan-temuan lain. Dengan demikian akan dicari solusi dari temuan-temuan tersebut.
Memberatkan
Kritikan soal penerapan ASPD sebagai komponen PPDB juga disampaikan perwakilan Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) Novita, yang diajak berdialog oleh ORI. Menurutnya, pertanyaan mengenai ASDP sebagai komponen PPDB seringkali dijawab Disdikpora sebagai tolak ukur kemajuan pendidikan di DIY.
"Kalau tolak ukur, seharusnya kan sudah cukup dengan assessment tingkat nasional dan penilaian yang sudah dicantumkan di rapor," kata Novi.
AMPPY menilai kebijakan ini bertentangan dengan kebijakan Kemendikbudristek yang sudah menghapuskan UN untuk seleksi PPDB. Yang lebih memberatkan lagi, nilai ASPD ini memegang proporsi terbesar dalam PPDB yang mencapai besaran hingga 50 persen dibandingkan komponen yang lain.
"Kita lihat daerah lain bisa menyelenggarakan PPDB tanpa harus menggunakan komponen ASPD, kenapa Yogyakarta tidak bisa? Kenapa harus mengeksklusifkan diri dengan menggunakan nilai ASPD dibandingkan daerah lain?" jelasnya.
AMPPY juga menilai proses sosialisasi pelaksanaan PPDB tidak dilakukan masif di sekolah-sekolah. Sehingga, dari pantauan banyak orang tua yang kebingungan dan tidak tahu harus mencari informasi kemana.