logo

EduBocil

Bermain Ajarkan Fleksibilitas dan Pengendalian Diri pada Anak

Bermain Ajarkan Fleksibilitas dan Pengendalian Diri pada Anak
Dengan bermain, anak mendapatkan banyak pelajaran, khususnya fleksibilitas dan pengendalian diri. (EDUWARA/Setyono)
Setyono, EduBocil28 Desember, 2021 18:00 WIB

Eduwara.com, JOGJA — Dua neurolog Indonesia sama-sama berpendapat bahwa bermain merupakan satu pelajaran penting yang harus dilalui anak. Dengan bermain, mereka mendapatkan banyak pelajaran, khususnya fleksibilitas dan pengendalian diri.

Kesimpulan ini disampaikan Neurosains Indonesia yang tergabung Asosiasi Teknologi Digital Medik Andre Mayza dan Dekan Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta Taufik Frendik Pasiak pada Selasa (28/12/2021).

Keduanya menjadi pembicara kunci dalam Webinar Selasa Seru bertema 'Merdeka Bermain Sesuai Perkembangan Otak Anak' yang diselenggarakan Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD dan Dikmas) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

"Bermain sangat penting dalam pertumbuhan dan pengembangan fungsi otak kiri serta otak kanan. Kedua bagian otak akan dilatih untuk melakukan kontrol pada tubuh, fleksibel dalam merespon perubahan dan pengendalian emosi," jelas Adre yang menjadi pembicara pertama.

Pada otak kiri, Adre mengatakan bermain, pada umumnya kegiatan fisik bertujuan mengembangkan dan membangun otak untuk hal-hal yang berhubungan dengan kontrol tubuh, baik itu kontrol berpikir, fungsi jantung, gerak fungsi tubuh, mengatur ritme tidur, dan memicu perasaan senang, takut maupun kuatir.

Dengan terus-menerus dilatih, maka otak memberikan rangsangan pada anak agar meningkatkan perhatian yang dampaknya adalah bertambahnya kecerdasan dalam kemampuan kontrol motorik.

Sedangkan untuk otak kanan, bermain memberikan kesempatan otak untuk mengembangkan imajinasi anak sesuai dengan keinginan dan kemampuannya. Mengajak anak untuk memberi perhatian pada imajinasi tentang sesuatu yang diinginkan dan ini menurutnya sangat sangat penting.

"Dari sana, barulah kita lakukan sesuatu yang lebih konkret dari apa yang diinginkan atau diharapkan anak. Pola bermain merdeka ini selain menghadirkan kesenangan membentuk kognitif dan relasi pengendalian lingkungan pada anak," ucapnya.

Aktivitas Relasi

Tidak hanya sekedar permainan fisik, permainan dalam hal rasa juga diterapkan guru untuk merangsang sensitivitas. Dengan menggunakan indera perasa atau sentuhan, anak-anak diajak mengenal berbagai macam rasa serta jenis permukaan kasar, halus, panas, dingin maupun lembut.

"Guru perlu memahami bahwa dasar permainan yang mampu memberikan stimulus kepada otak serta menghadirkan reaksi emosional disesuaikan dengan kemampuan dan kesukaan anak," lanjutnya.

Pembicara kedua, Taufik Frendik Pasiak menjelaskan ada tiga hal dalam neurosains yang memungkinkan pengetahuan tentang fisik otak dan hal-hal non fisik dipadukan. 

"Pertama bahwa lingkungan bisa mengubah struktur dan fungsi otak. Latihan pikiran, maka kau bisa mengubah otak. Kegiatan mental bisa mengubah kondisi fisik tergantung masalah waktu, berapa lama dalam kontribusi mengubah otak. Frekuensi dan kedalaman menjadi penting saat bermaksud mengubah otak," jelasnya.

Kedua, dalam perkembangan otak, yang harus disadari bahwa pusat yang terkait dengan emosi lebih dulu berkembang daripada pusat kognisi. Sehingga dalam proses pendidikan, harus terus dipacu hal-hal yang menguatkan emosional. Ini berbeda dengan keterampilan kognisi yang terus dipelajari hingga usia 20 tahun.

Ketiga, untuk mengembangkan emosi dan karakter anak, maka pola pembelajaran haruslah berbasis nilai. Dengan bermain bersama, otak akan dirangsang membentuk nilai-nilai karakter seperti kejujuran, kesabaran, ketelitian, rela berkorban dan saling menolong. 

Direktur Guru PAUD dan Dikmas Kemendikbud Ristek Santi Ambarukmi mengatakan dalam mengajak bermain para guru tidak diharuskan menyiapkan alat peraga edukatif yang canggih. Buah jeruk atau benda yang ada bisa dijadikan alat bermain yang menarik.

"Yang terpenting guru memiliki pemahaman bahwa bermain itu merupakan aktivitas relasi yang penting bagi untuk menanamkan kendali diri, emosi dan impulsif. Bermain mengajarkan anak mengendalikan diri," ujarnya. 

Read Next