logo

EduBocil

Cegah Stunting, Kemenag, BKKBN, dan BRIN Perkuat Kerja Sama

Cegah Stunting, Kemenag, BKKBN, dan BRIN Perkuat Kerja Sama
Penandatanganan perjanjian kerja sama oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin, Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus Rayanto, dan Kepala Organisasi Riset dan Pengkajian Penerapan Teknologi BRIN Dadan Nurjaman, di Jakarta, Kamis (16/12/2021). ((EDUWARA/Humas Kemenag))
Bhakti Hariani, EduBocil16 Desember, 2021 17:49 WIB

Eduwara.com, JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) berkomitmen untuk memperkuat kerja sama mencegah stunting dari hulu bagi calon pengantin. 

Penguatan kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin, Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus Rayanto, dan Kepala Organisasi Riset dan Pengkajian Penerapan Teknologi BRIN Dadan Nurjaman, di Jakarta, Kamis (16/12/2021). 

“Kementerian Agama memiliki komitmen total untuk bersama-sama BKKBN, Kemenkes, BRIN dan lembaga terkait lainnya untuk bersama-sama mendukung program yang sangat penting ini," ujar Dirjen Bimas Islam Kamaruddin dalam siaran pers yang dikirimkan Kemenag ke redaksi Eduwara.com.

Kamaruddin Amin menuturkan, penguatan kerja sama antarlembaga adalah hal yang penting. Pasalnya, persoalan stunting hingga saat ini masih menjadi masalah yang perlu diselesaikan oleh banyak pihak. 

Diungkap dia, selama ini sosialisasi terkait bahaya stunting sering dilakukan dalam pelaksanaan program bimbingan perkawinan (Bimwin), baik oleh penghulu maupun penyuluh di Kantor Urusan Agama (KUA). 

“Kami juga punya komitmen menurunkan masalah stunting ini. Kita punya hampir 9 ribu penghulu. Kita juga punya 50 ribu penyuluh yang bisa kita ajak untuk terlibat melakukan sosialisasi. Tentu mereka tidak bisa berjalan sendiri,” ujar Amin. 

Sementara itu, Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus Rayanto menjelaskan, soal stunting ini bukan masalah sepele. Terlebih, di Indonesia angka prevalensi stunting masih cukup tinggi, yakni 27,67 persen. Jumlah tersebut masih di atas standar rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni di bawah 20 persen. 

Menurut Tavip, stunting berpengaruh pada rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), rendahnya kecerdasan, rendahnya kemampuan politik, meningkatnya risiko penyakit tidak menular. 

“Stunting adalah sebuah ancaman pembangunan di masa mendatang karena rendahnya kualitas sumber daya manusia,” ujar Tavip. 

Melalui penguatan kerja sama antarlembaga ini, Tavip berharap target pemerintah untuk mengendalikan angka prevalensi stunting hingga 14 persen pada 2024 bisa terwujud. 

Read Next