Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, SOLO—Ada yang berbeda di Sasana Kridha Mangkubumen, Selasa (25/1/2022) malam. Selain UMKM yang menjajakan dagangannya, tampak para remaja berpakaian tradisional Jawa yang berkumpul di pendopo. Seperangkat wayang dan gamelan lengkap sudah ditata sedemikian rupa.
Para remaja itu tergabung dalam Dalang Remaja Surakarta (Darma Suta). Mereka mengadakan pergelaran wayang kulit dengan lakon Kidung Prahara Hanggrastina. Lakon yang menceritakan kisah Subali dan Sugriwa itu dibawakan oleh tiga dalang muda yakni Ki Radya Alana Eka, Ki Galang Adhi Saputra, dan Ki Yoga Diksy Permana.
Pengunjung semakin memadati tempat itu ketika acara dimulai. Kepala Kelurahan Mangkubumen, Siti Rohaya mengatakan dia sangat mengapresiasi acara tersebut. Hal itu dikarenakan Sasana Kridha Mangkubumen merupakan tempat kegiatan seni budaya dan UMKM.
"Pergelaran ini mendukung kegiatan di kelurahan Mangkubumen. Terlebih bagi UMKM yang ada di sini. Kemudian gamelan yang diberikan oleh pemerintah Kota Solo juga bisa digunakan untuk nguri-uri budaya Jawa," kata Siti ketika diwawancarai Eduwara.com di sela-sela pergelaran.
Siti berharap, kegiatan kebudayaan seperti pergelaran itu tetap berlanjut. Para seniman ramaja perlu didukung dan dimotivasi agar tetap berkegiatan positif dengan mengangkat budaya Jawa.
Sementara itu, pemilihan tempat di Sasana Kridha Mangkubumen bukan tanpa sebab. Menurut ketua Darma Suta, Amar Pradopo Zedha, Mangkubumen merupakan cikal bakal Darma Suta.
"Mangkubumen adalah cikal bakal lahirnya Darma Suta. Sekretariat kami juga di wilayah kelurahan ini. Jadi, kami memulai dari rumah sediri terlebih dahulu," jelas dia ketika diwawancarai Eduwara.com selepas pergelaran.
Amar menambahkan, pergelaran itu menjadi wujud pengabdian masyarakat dan kegiatan awal di tahun 2022. Selain itu, pergelaran tersebut juga sebagai simulasi program selanjutnya yaitu pentas safari Ramadan.
Terkait dengan pemilihan lakon, Amar mengatakan ditetapkan oleh tim produksi. Selain pemilihan lakon, tim produksi juga mempersiapkan segala perlengkapan. Sehingga para talent tinggal mengeksekusinya.
Salah seorang tim produksi, Lucky Gusta menjelaskan pemilihan lakon sebenarnya disepakati oleh pengurus Darma Suta. Namun yang menjadi promotor dalam pemilihan lakon yaitu Riffky Bahtiyar.
Menurut Riffky, lakon yang dipilih terkait dengan tema dan pesan yang ingin disampaikan kepada penonton. "Tema yang diusung adalah karma. Manusia dalam menjalani segala perbuatan di dunia harus dipikir terlebih dahulu. Hal ini diibaratkan dengan tokoh Sugriwa dan Subali yang menjadi kera karena keserakahan atas perbuatan mereka yaitu berebut cupu manik astagina," jelas Riffky.
Lebih lanjut, dia mengibaratkan cupu manik astagina sebagai gawai. Di dalam cerita, cupu tersebut bisa mengeluarkan gambar dunia yang menjadi rebutan. Sehingga penggambaran berubah wujud menjadi kera sebagai penggambaran rusaknya moral zaman sekarang.
"Sekarang kan gawai menjadi rebutan, dan karena benda itu moral anak-anak sekarang menjadi rusak. Jadi pesan utamanya yaitu pembenahan moral. Jangan serakah dan jangan hanya menuruti kehendak pribadi," tambah dia.
Salah seorang penonton, Hendra Dwi Saputra mengatakan, pergelaran yang ditampilkan berbeda dari biasanya.
"Pergelaran ini memadukan unsur modern dan tradisional. Paduan ini bagi kami, penonton remaja bisa mengikuti alur cerita yang dibawakan oleh dalang. Harapannya event seperti ini bisa berlanjut dan minimal seminggu sekali," ujar Hendra. (K. Setia Widodo)