logo

Kampus

Dekan Fisipol UGM: Gerakan Mahasiswa Elemen Demokrasi

Dekan Fisipol UGM: Gerakan Mahasiswa Elemen Demokrasi
Dekan Fisipol UGM Yogyakarta, Wawan Mas'udi, Selasa (12/4/2022) menyebut gerakan mahasiswa adalah elemen penting dalam kehidupan demokrasi. (Istimewa)
Setyono, Kampus12 April, 2022 13:01 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Gerakan mahasiswa diyakni masih menjadi elemen penting dalam kehidupan demokrasi dan berperan penting dalam sejarah perpolitikan Indonesia.

Hal itu diungkapkan Dekan Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Wawan Mas'udi.

"Saya melihat tetap namanya gerakan politik, baik itu politik mahasiswa maupun masyarakat menjadi bagian penting dari elemen bekerjanya demokrasi. Jadi suara mahasiswa adalah suara rakyat yang itu bagian penting dari bekerjanya elemen demokrasi," kata Wawan kepada Eduwara.com, Selasa (12/4/2022).

Wawan menjelaskan dalam proses pengawasan kekuasaan itu ada dua hal yaitu pengawasan secara formal dan informal, ada yang parlemen dan ekstra parlemen. Gerakan maupun suara dari mahasiswa mahasiswa merupakan bentuk pengawasan kekuasaan dari sisi politik ekstra parlementer.

"Karena itu bagi saya ini hal yang wajar saja serta justru bisa menunjukan demokrasi kita masih sehat. Selalu ada pihak yang menyuarakan persoalan. Dari dulu seperti itulah sisi cara melihat gerakannya," lanjutnya.

Adapun, dari isu yang diangkatnya, gerakan mahasiswa selalu mengaitkan dengan apa yang menjadi kegelisahan serta menjadi perhatian masyarakat. Yang kemudian dari pemerintah yang berkuasa tidak perhatikan secara penuh.

"Ini (gerakan mahasiswa) bagian penting dari bekerjanya demokrasi," tegas Wawan yang mendapatkan gelar Ph.D di Asia Institute, Faculty of Arts at the University of Melbourne, Australia pada 2016.

Maka dari itu, menurutnya, jangan dikatakan bahwa gerakan mahasiswa adalah serangan balik kepada pemerintah terhadap kebijakannya. Wawan menyebut lebih tepatnya respon ke pemerintah atas kebijakan tertentu yang mungkin secara sosial dianggap tidak cukup pas ke masyarakat.

Karenanya, tambah Wawan, keberadaan gerakan mahasiswa, terlebih ketika turun ke jalan, sebetulnya menguatkan demokrasi karena ada proses check and balancing. Sejauh kritik itu konstruktif dan sesuai fakta serta memang tujuannya membuat pengelolaan jauh lebih akuntabel ini malah membuat lebih bagus.

"Sebenarnya, gerakan mahasiswa hanya salah satu elemen dari politik ekstra parlementer. Banyak elemen yang lain seperti lewat media sosial maupun yang sekarang muncul gerakan masyarakat sipil (civil society) juga banyak. Akademisi juga sering memberikan kritik," paparnya.

Namun, dia menegaskan, memang secara masif suara mahasiswa lewat gerakannya lebih diperhatikan penguasa. Ini dilihat dari sejarah panjang gerakan mahasiswa di di Indonesia.

Pada kisaran 1965, Komite Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) menjadi bagian penting perubahan politik. Kemudian di 1974, dalam peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari), dan puncaknya adalah gerakan reformasi 1998.

"Artinya gerakan mahasiswa dalam sejarah politik Indonesia selalu menjadi elemen penting dari apa mungkin dari perubahan politik. Bahkan sebelum perubahan politik menjadi elemen penting untuk mengingatkan cara bekerjanya kekuasaan," lanjut Wawan.

Suara mahasiswa lebih banyak diperhatikan karena dipandang mahasiswa melewati proses lahirnya kritis dan gerakan mereka tidak terbebani kepentingan politik dan seterusnya.

Wawan menyatakan, dua tahun terakhir bagaimana gerakan mahasiswa mampu menghasilkan peninjauan ulang oleh Mahkamah Konstitusi terkait UU Cipta Kerja yang akhirnya diputuskan untuk dikaji ulang.

"Artinya ada yang working dari gerakan mahasiswa. Ini  menunjukkan sekarang pun mungkin ada situasi tertentu yang membutuhkan tanggapan dan suara kritisnya mahasiswa. Gerakan mahasiswa akan muncul jika ada situasi tertentu yang memang membutuhkan kritisisme lebih kuat," tutupnya.

Read Next