logo

Gagasan

Dosen UWM: Klitih Muncul Karena Privatisasi Ruang Publik

09 April, 2022 19:57 WIB
Dosen UWM: Klitih Muncul Karena Privatisasi Ruang Publik
Wakil Rektor III UWM Yogyakarta Puji Qomariyah, Sabtu (9/4/2022), melihat kehadiran klithih sebagai efek keterbatasan ruang yang bisa diakses dan ruang berekspresi secara bebas dan gratis. (EDUWARA/Humas UWM)

Eduwara.com, JOGJA – Keprihatinan maraknya kembali kejahatan jalanan, atau dalam bahasa lokal dinamakan 'klitih' di Daerah Istimewa Yogyakarta, banyak disuarakan oleh banyak pihak. Tidak terkecuali pada akademisi, yang melihat persoalan ini karena faktor kurangnya ketersediaan ruang publik.

Wakil Rektor III Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta yang juga pengamat sosial, Puji Qomariyah. melihat kehadiran kelompok klitih sebagai efek keterbatasan ruang publik yang gratis, yang bisa mereka akses dan dijadikan ruang berekspresi secara bebas dan gratis.

"Aksi ini adalah bentuk kekalahan masyarakat terhadap kapitalisme. Mengapa? Karena hampir seluruh ruang publik menjadi area privat. Warga tidak memiliki ruang publik untuk berekspresi. Semua area berbayar jika warga ingin mengaksesnya," kata Puji Qomariyah, Sabtu (9/4/2022).

Keterbatasan ruang publik menyulitkan para kawula muda mengekspresikan diri. Sebagai alternatif ruang berekspresi adalah jalan raya. Masalahnya di jalan umum itu terjadi interaksi antara berbagai kelompok kawula muda dan elemen masyarakat lainnya yang memiliki latar belakang berbeda dan beragam.

"Andaikata ruang publik yang bebas diakses tersebar di banyak tempat, maka para kawula muda bisa leluasa mengekspresikan diri secara beradab di dalamnya. Masyarakat yang kehilangan ruang publik menjadi agresif karena tidak bisa menyalurkan bakatnya," jelasnya.

Kondisi ini menjadi menjadi tanda kekalahan masyarakat terhadap kapitalisasi ruang publik. Bentuk kekalahan masyarakat terlihat pada ketidakmampuannya mempertahankan atau menyisakan ruang terbuka untuk ruang berekspresi bagi generasi muda.

Mahasiswa Doktoral Program Studi Budaya di Pascasarjana Universitas Sanata Dharma itu menegaskan, ketika warga kehilangan ruang publik, kecenderungan mereka akan melakukan aksi sporadis, di berbagai tempat, dan berperilaku agresif, sementara respon warga atas perilaku dimaksud sangat terbatas. 

Sebagai solusi, pemerintah daerah harus menyediakan banyak ruang publik, yang memungkinkan para kawula muda mengakses secara gratis. Kehadiran pemerintah daerah sangat diperlukan untuk memainkan peran yang signifikan dalam mengatasi klitih dan pendekatan apa yang perlu diterapkan.

"Karakteristik lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia. Semakin kapitalis suatu lingkungan, maka semakin materialistis dan individualistis warganya, bahkan menjadi egoistis. Dari lingkungan egoistis dan tidak memiliki ruang publik, klitih makin leluasa muncur dan melakukan aksi tidak manusiawi," jelasnya.

Sebelumnya, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X meminta aparat proses penegakan hukum kepada pelaku 'klitih' ditegakkan. Pemda DIY juga fokus mengurusi pelaku klitih yang tidak diterima oleh orang tuanya.

"Pelaku klitih sudah ditangkap. Hanya nanti memang ada proses dan saya hanya ingin hukum itu ditegakkan. Aturan itu sudah ada kementerian terkait yang ada. Biarpun dia pelakunya di bawah umur," kata Sultan di DPRD DIY, Jumat (8/4/2022).

Sultan menegaskan pihaknya bersama Kejaksaan, Kepolisian dan Pengadilan tinggi sudah melakukan pembahasan mengenai pelaku klitih, yang pada intinya bisa diselesaikan, disidangkan atau tidak.

Read Next