logo

Kampus

FIA UI Diskusikan Mata Uang Kripto dari Sisi Risiko dan Investasi

FIA UI Diskusikan Mata Uang Kripto dari Sisi Risiko dan Investasi
Talkshow tentang cryptocurrency yang digelar oleh Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia (UI)
Bhakti Hariani, Kampus01 April, 2022 14:07 WIB

Eduwara.com, DEPOK – Mata uang kripto (cryptocurrency) dalam beberapa bulan terakhir kerap dibicarakan sebagai salah satu alternatif dalam berinvestasi. Apa sebenarnya mata uang kripto itu?

Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), berkolaborasi dengan Ikatan Alumni (Iluni) FIA UI, dan Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Niaga (HIMANIA) FIA UI menggelar Talkshow dan edukasi mengenai cryptocurrency dengan menghadirkan sejumlah pembicara.

Dalam siaran pers yang diterima Eduwara.com, Jumat (1/4/2022), CEO BTRIPS dan Former Chairman of Indonesian Blockchain Association (ABI) Oham Dunggjo memaparkan, Cryptocurrency secara sederhana adalah alat pembayaran yang diamankan oleh crypto. Di Indonesia, namanya menjadi aset crypto, karena legalitas mata uang resmi adalah rupiah, yang memiliki fungsi sebagai mata uang yang legal untuk transaksi.

Lebih lanjut diungkap Oham, crypto bukanlah barang yang nyata, sehingga dikategorikan menjadi komoditas atau aset yang dapat diperjualbelikan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Oham menjelaskan, keuntungan yang didapat dari Cryptocurrency adalah dari nilai teknologi yang aman, karena sistem blockchain yang kuat dari cyber security threats. Kendati demikian, Cryptocurrency akan sulit dijadikan sebagai alat pembayaran karena sistem blockchain tidak dikontrol oleh negara. 

Sementara itu, Tim Konsultan Penerapan Jogja Smart Province Wing W Winarno yang juga menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut, memberikan penjelasan mengenai teknologi blockchain

“Teknologi ini merekam seluruh catatan secara berurutan, sehingga memberikan tingkat akurasi yang tinggi terhadap dokumen atau informasi. Selain itu, sistem ini tidak dapat diretas setelah beberapa tahun,” ujar Wing.

Cryptocurrency hanya bagian kecil dari blockchain, lanjutWing. Jika ditinjau dari sisi aman bertransaksi, sudah banyak sistem yang digunakan, sedangkan jika berbicara tentang ‘aman’ dari sisi kurs, masalahnya adalah nilai yang bisa sangat fluktuatif. 

“Sangat easy come and easy go, dan bagi anak muda hati-hatilah, karena semuanya ada risiko. Untuk investasi crypto, gunakanlah uang yang nganggur,” tutur Wing memberi saran.

Chairman Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardy Sutedja menuturkan, pembahasan sebelumnya dengan mengingatkan masyarakat bahwa tidak ada teknologi yang 100 persen aman. Terlebih lagi karena masih banyak masyarakat yang hanya membahas manfaatnya saja, tanpa mempertimbangkan faktor risiko.

“Teknologi ini bukan ciptaan anak bangsa, sehingga ada celah yang tidak kita pahami sepenuhnya. Untuk memulai segala jenis hal yang berbau teknologi, diperlukan literasi digital dulu,” ujar Ardy. 

Ardy menambahkan, beberapa negara menyatakan crypto jadi ancaman keamanan nasional, karena berpotensi dalam disorganisasi mata uang yang akan berpengaruh kepada ekonomi negara.

Perihal peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Bappebti, Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Tirta Karma Sanjaya memberikan penjelasan bahwa dari 12 kementerian/lembaga di Indonesia, Bappebti termasuk ke dalam Satgas Waspada Investasi sehingga segala hal yang berhubungan dengan investasi diawasi oleh Satgas. 

“Satgas ini juga bertugas untuk memitigasi yang dalam hal ini BI berperan dalam pembayaran sistem crypto. Bappebti melakukan pengawasan dan OJK sebagai pelayan jasa perbankannya. Jadi, masing-masing berperan untuk menyediakan fasilitas bagi masyarakat,” ujar Tirta. 

Read Next