logo

Sekolah Kita

Guru Sekolah di Bali Akan Dikirim ke Jepang Untuk Pelatihan Mitigasi Bencana Gunung Berapi

Guru Sekolah di Bali Akan Dikirim ke Jepang Untuk Pelatihan Mitigasi Bencana Gunung Berapi
Tim kegunungapian Universitas Gadjah Mada bersama peneliti dari Mount Fuji Research Institute mengembangkan proyek riset gabungan Astungkara Giri Agung Aman (AGAA) (Istimewa)
Setyono, Sekolah Kita15 Februari, 2023 15:17 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Para guru-guru di sekolah di area terdampak bencana Gunung Agung, Bali, akan dikirim ke Jepang untuk mendapat pelatihan tentang pencegahan dan kesiapsiagaan gunung berapi.

Program ini disalurkan melalui penelitian tentang pencegahan dan kesiapsiagaan bencana gunung berapi yang dilakukan tim kegunungapian Universitas Gadjah Mada bersama peneliti dari Mount Fuji Research Institute.

Dosen di Fakultas Matematika dan IPA UGM Wiwit Suryanto menyebut proyek penelitian gabungan ini dinamakan Astungkara Giri Agung Aman (AGAA).

"Proyek AGAA ini mendapatkan dana dari Japan International Cooperation Agency (JICA) dalam skema proyek akar rumput (grass root project) yang akan berlangsung hingga awal 2025," jelas Wiwit, Rabu (15/2/2023).

Tim menjadikan Gunung Agung sebagai bagian dari proyek ini karena pada 2017 gunung ini pernah Meletus. Meskipun tidak menimbulkan korban jiwa, namun kerugian materiil dan juga pariwisata Bali tidak bisa dihindarkan.

"Yang ditekankan adalah pentingnya kesiapsiagaan bencana erupsi gunung api ditanamkan sejak dini untuk siswa Sekolah Dasar dengan Pendidikan kebencanaan gunung api dengan pendekatan sains dan teknologi," katanya.

Untuk melakukan kegiatan mitigasi selama dua tahun ke depan ini, pihaknya melibatkan Mount Fuji Research Institute di Provinsi Yamanashi dan LSM NPO Volcano di Tokyo. Selain itu, ada Fakultas Pariwisata di Udayana menjadi partner untuk kelangsungan kegiatan, melanjutkan edukasi setelah project ini berakhir.

"Project selama tiga tahun dengan nilai sebesar 54 Juta Yen nantinya digunakan untuk mengirim stakeholder dan guru-guru di Bali untuk belajar mitigasi bencana gunungapi ke Jepang," jelasnya.

Di Jepang, kata Wiwit, pemerintah negeri sakura ini sudah memasukkan kurikulum kebencanaan di kurikulum sekolah, dari tingkat dasar, menengah hingga tingkat atas. Tidak hanya itu, buku saku bencana tersedia dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Sementara itu, untuk kasus mitigasi bencana kegunungapian di Indonesia, umumnya karena warga di lereng gunungapi mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan peternak, sehingga ada yang berbeda dengan di Jepang pada saat terjadi erupsi.

"Diantaranya adalah upaya pengungsian tidak hanya bagi warga masyarakat tapi juga hewan ternak dan hewan piaraan yang juga harus diungsikan dahulu sebelum mengungsikan warganya," lanjut Wiwit yang merupakan ahli geofisika.

Menurutnya jika konsep ini disosialisasikan dan diterapkan di saat kritis, masyarakat cenderung untuk kembali ke rumah yang berada di zona bahaya untuk memberi makan hewan ternak, sehingga berpotensi menjadi korban karena erupsi gunung api.

Kegiatan mitigasi bencana dari pemerintah Jepang ini menurut Wiwit sudah pernah dilakukan di area gunung Merapi karena merupakan salah satu gunung api paling aktif di Indonesia dan ada kerjasama sister province antara DIY dan Yamanashi dengan kesamaan di Provinsi Yamanashi terdapat Gunung Fuji yang terkenal di Jepang.

"Kegiatan ini menghasilkan rumusan kegiatan mitigasi kebencanaan yang harapannya dapat masuk di kurikulum mata pelajaran IPA di sekolah dasar sehingga keberlanjutan dari program edukasi ini dapat diperluas ke gunung api lain di seluruh Indonesia," tegasnya.

Proyek ini juga sebagai upaya pendekatan pendekatan edukasi dari sisi sains dan teknologi diharapkan memperkuat pemahaman masyarakat bahwa teknologi dapat digunakan mendeteksi aktivitas gunung api. Selama ini masyarakat di sekitar gunung berapi memiliki nilai-nilai kearifan lokal dalam melakukan mitigasi bencana dengan melihat tanda-tanda alam. 

Read Next