logo

Kampus

Hadapi Megatrend 2045, Universitas Harus Gandeng Dunia Industri

Hadapi Megatrend 2045, Universitas Harus Gandeng Dunia Industri
The 1st International Conference on Practicum and Community Service in Education (IcoPCoSE) diselenggarakan Universitas Negeri Yogya secara daring, Rabu-Kamis (3-4/11), menjadi forum bagi dosen, guru, mahasiswa, praktisi dan stakeholder untuk berbagi ide dan pengalaman, terutama untuk menemukan solusi masalah belajar mengajar dan praktek mengajar di era disrupsi sekaligus menjalin kerjasama antar institusi. ((Dok. Humas UNY))
Ida Gautama, Kampus04 November, 2021 16:45 WIB

Eduwara.com, JOGJA -- Industri 4.0 di Indonesia berefek pada hilangnya 23 juta pekerjaan yang diganti dengan otomatisasi pada tahun 2030, namun juga terbuka 27-46 juta pekerjaan baru. Universitas perlu mempersiapkan keterampilan dan kompetensi untuk menghadapi dunia yang belum dikenal. 

Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Kebidayaan Riset dan Teknologi Prof Nizam mengatakan hal itu ketika tampil sebagai pembicara utama dalam The 1st International Conference on Practicum and Community Service in Education (IcoPCoSE) yang diselenggarakan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) secara daring, Rabu (3/11). 

“Dunia industri belum mengetahui apa yang akan terjadi  lima tahun ke depan. Universitas harus merespon dengan lebih adaptif, mengarahkan diri sendiri, literasi digital, kewirausahaan dan multi disiplin dalam pembelajaran abad 21,” kata Nizam, dalam siaran pers yang diterima Redaksi Eduwara.com, Kamis (4/11).

Nizam memaparkan Indonesia memiliki 4.593 institusi pendidikan tinggi dengan 29.413 program studi, 312.890 dosen dan 8.483.213 mahasiswa. Megatrend pada 2045 meliputi beberapa hal di antaranya demografi global, urbanisasi dunia, kemajuan teknologi, persaingan sumber daya alam dan perubahan iklim termasuk 17 item sustainable development goals. 

Saat ini, lanjut Nizam, terjadi missing link antara pendidikan tinggi dan dunia kerja. “Kami memastikan, ke depan tidak ada lagi missing link antara apa yang diajarkan di perguruan tinggi dengan perkembangan dan kebutuhan dunia kerja,” tandasnya.

Untuk itu perguruan tinggi perlu menggandeng industri, dengan cara memberikan kesempatan kepada mahasiswa selama satu semester untuk belajar mata kuliah lain lintas program studi dan dua semester lainnya mahasiswa dapat meningkatkan kemampuannya melalui pengalaman pembelajaran pada industri atau dunia kerja lainnya. 

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, lanjut Nizam, telah mencanangkan Kampus Merdeka dengan sembilan kegiatan luar kampus seperti pertukaran mahasiswa, magang, bantuan mengajar, bantuan riset, pemberdayaan masyarakat, micro credential independent project, kewirausahaan, aktivitas kemanusiaan dan kompi cadangan. Perguruan tinggi juga perlu mengakselerasi kolaborasi dengan dunia usaha, komunitas, keuangan, pemerintah dan media untuk membawa kompetensi dunia kerja profesional bagi mahasiswa. 

Integrasi

Pada bagian lain, Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerjasama UNY Prof Siswantoyo memaparkan bahwa dalam praktek mahasiswa dan pengabdian masyarakat, mahasiswa harus memiliki semangat untuk berubah dengan kreativitas dan inovasi untuk menyelesaikan misinya. 

“Kuliah Kerja Nyata (KKN) dapat mendukung UNY dalam pemeringkatan QS World University Ranking by Subject Education and Training dengan menempati posisi kedua nasional,” paparnya. 

Implementasi hal tersebut, lanjut Siswantoyo, dilakukan dengan menggunakan model integrasi antara KKN, praktek kependidikan, praktek industri, magang dan riset tugas akhir. Hal ini akan berpengaruh pada indikator kinerja utama universitas dan berefek pada income generating serta keberlanjutan program. 

Siswantoyo mencontohkan kegiatan KKN yang berlangsung selama satu semester juga dapat mendorong terciptanya kerjasama dengan pemerintah daerah maupun sekolah untuk keberlangsungannya, dan dapat lebih berdampak pada universitas. Untuk itu, mahasiswa perlu dibekali kerangka pembelajaran dengan keterampilan hidup dan karir, keterampilan pembelajaran dan inovasi serta keterampilan media informasi dan teknologi. Mahasiswa juga harus memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, kolaboratif dan komunikatif. 

Sedangkan Prof Christine Ure dari Faculty of Arts and Education, Deakin University Australia menyarankan agar universitas bekerja bersama aliansi sekolah dalam praktek pembelajaran. Guru sekolah mengajarkan praktek mengajar, dosen memberikan ilmu mengajar, sedangkan mahasiswa berperan sebagai orang baru.

“Masa pandemi ini butuh untuk membekali lulusan guru yang tanggap terhadap isu jangka panjang. Masa yang akan datang fokus pada praktikum pendidikan guru. Sedangkan megatrend-nya butuh membekali lulusan guru agar adaptif untuk berubah,” sarannya. 

Wakil Rektor Bidang Akademik UNY Prof Margana, saat membuka IcoPCoSE, mengatakan pandemi Covid-19 telah mempengaruhi banyak hal di dunia, bahkan dalam dunia pendidikan perlu ada sejumlah kebijakan. 

“Dalam dunia pendidikan kita, pandemi Covid-19 banyak mengubah pertemuan secara langsung menjadi pertemuan virtual,” katanya. 

Pandemi juga mengubah cara praktek mengajar, layanan masyarakat. Hal yang penting dalam pembelajaran ini di antaranya pilihan kemampuan di antara peserta didik dan sistem pembelajarannya. Oleh karena itu, perlu pemberdayaan bukan hanya pada siswa namun juga guru dan dosen, termasuk praktek pembelajaran dan praktek industri. 

UNY merespon situasi ini dengan mengadakan IcoPCoSE, yang merupakan forum bagi dosen, guru, mahasiswa, praktisi dan stakeholder untuk berbagi ide dan pengalaman untuk menemukan solusi masalah belajar mengajar dan praktek mengajar di era disrupsi sekaligus menjalin kerjasama antar institusi. Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini diikuti lebih dari 450 orang guru, dosen, pemerhati pendidikan dan masyarakat umum. *

 

Read Next