Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Dosen Universitas Trunojoyo Madura Arif Muntasa meminta rekan-rekan akademisi menggunakan banyak cara dalam penulisan jurnal agar menjadi menyenangkan. Dirinya mewanti-wanti jangan sampai terjebak jurnal predator dan harus jual motor untuk meneliti.
Kata kunci ini disampaikan Arif saat berbicara dalam Webinar Nasional Strategi Tembus Publikasi SCOPUS dan SINTA yang diselenggarakan oleh Komunitas Sevima pada Selasa sore (28/12).
"Profesi akademisi tak jauh dari kegiatan penelitian dan menuliskannya di jurnal ilmiah. Sebagian kampus mewajibkan mahasiswanya untuk menulis jurnal sebagai syarat kelulusan. Sedangkan dosen, diwajibkan pemerintah menulis jurnal dalam rangka kenaikan pangkat," katanya, dalam rilis Rabu (29/12).
Namun menulis jurnal tak semudah yang dibayangkan. Tak jarang harus dilakukan bertahun-tahun, dan menghabiskan dana penerbitan sampai puluhan juta rupiah. Belum lagi jika terjebak calo yang meminta uang untuk penerbitan, atau biasa dikenal sebagai jurnal predator.
Menurut Arif, sebelum melakukan publikasi jurnal ilmiah, seorang penulis harus memahami beberapa hal agar jurnal yang ditulis dapat terpublikasi, baik di tingkat internasional (Terindeks SCOPUS), maupun di tingkat nasional (Terindeks SINTA).
Kiat pertama menurutnya, akademisi harus pandai memilih jurnal dan penerbit. Banyak penerbit yang menyediakan secara gratis, ada hibah penelitian yang memberi dana untuk melakukan penulisan jurnal, atau mengikuti konferensi internasional.
"Peluang-peluang ini tersedia luas dan bisa dengan mudah ditemui di internet. Walaupun demikian, memang perlu ketekunan dan ketelitian dalam mengumpulkan informasi tersebut,” kata Arif.
Menurutnya, ada beberapa publikasi gratis terindeks SCOPUS yang patut dicoba seperti InternationalJournal of Technology dari Universitas Indonesia (UI), International Journal on Electrical Engineering and Informatic dari Institut Teknologi Bandung (ITB), serta beberapa penerbit jurnal internasional Elsevier, Taylor and Francis, Sage, dan lainnya.
Refleksi Diri
Kedua, mirip dengan opini di media massa, penerbitan jurnal juga bisa ditolak. Arif menjelaskan penolakan sangat wajar. Setelah ditolak, akademisi harus bangkit dan refleksi diri.
"Biasanya terdapat beberapa alasan kenapa jurnal sering ditolak. Misalnya saja seperti naskah di luar area jurnal, unsur naskah kurang lengkap, tata bahasa yang digunakan tidak layak, hingga pembahasan tersebut terlalu dangkal. Itu kita jadikan pelajaran dan perbaikan," jelas Arif.
Terakhir, Arif mengatakan penulis jurnal harus bisa memilih target jurnal yang tepat dan sesuai kemampuan. Akademisi harus mengetahui bagaimana target jurnal yang dipilih. Mulai dari tingkat kesulitannya, gaya selingkung, preferensi redaksi, hingga batasan-batasan yang ada dalam jurnal tersebut.
"Akademisi sebagai penulis ibaratnya anak tangga, kita bisa coba dulu jurnal yang peringkatnya lebih rendah, sambil bertahap meningkatkan kualitas tulisan kita dan profil kita. Nantinya pasti akan terbiasa sendiri," ungkap Arif yang telah menulis 44 artikel jurnal internasional.
Arif, selain sebagai dosen, pada Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dipercaya sebagai penyeleksi (reviewer) hibah penelitian.