Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, DEPOK – Sejalan dengan maraknya semangat berwirausaha, tak sedikit generasi muda yang turut serta mendirikan startup. Namun, tak sedikit pula yang startup-nya tidak berkembang dan malah menutupnya.
Menurut Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI Dewi Meisari Haryanti diperlukan mental yang tangguh dan kokoh dalam diri generasi muda untuk dapat mengatasi tantangan internal agar tidak menyerah di tengah jalan saat merintis usaha startup.
“Para pemuda ini belum memantapkan diri saat menentukan membuka usaha sehingga saat mengalami hambatan, memilih mundur. Saya pernah menjadi investor pada startup yang didirikan mahasiswa. Di tengah jalan, dia memilih mundur karena merasa membuka usaha bukanlah passion-nya,” ujar Dewi dilansir dalam siaran pers yang dikirimkan Biro Humas dan KIP UI kepada Eduwara.com, Senin (14/2/2022).
Dewi mengatakan hal tersebut dalam Webinar: Indonesia Development Talk: “Incubating Indonesia's Young Entrepreneurs: Recomendation for Improving Development Program” yang digelar (FEB UI) bekerja sama dengan Asian Development Bank (ADB) Indonesia, Senin (14/2/2022).
Selain itu, lanjut Dewi, ada juga yang memilih mundur karena startup-nya belum menghasilkan profit sebesar gaji teman-temannya. “Jadi, faktor sosial dan lingkungan sangat memengaruhi mental generasi muda dalam mengembangkan startup,” kata Dewi.
Kondisi dan tantangan startup yang berbeda-beda, menurut Direktur Direktorat Inovasi dan Science Techno Park (DISTP) UI Ahmad Gamal, perlu diciptakan program inkubasi yang fleksibel. Diperlukan pula struktur untuk mengatur proses identifikasi hingga pengembangan startup.
“Tidak semua startup yang masuk ke program inkubasi UI diizinkan mengembangkan produk. Jika mereka tidak mampu memvalidasi problem dan solusinya, mereka tidak akan diikutsertakan dalam product market fit. Begitu pula pada fase scale up (pendanaan), tidak semua startup mampu memvalidasi produk dan melewati fase ini,” papar Gamal.
Inkubator
Membentuk entrepreneur, menurut Wakil Rektor Bidang Inovasi, Bisnis, dan Kewirausahaan Institut Pertanian Bogor (IPB) Erika Budiarti Laconi, tidak sekadar melalui pelatihan atau seminar kewirausahaan, tetapi harus dilandasi keinginan yang kuat dari dalam diri. Selain itu, entrepreneur juga harus mampu menjawab tantangan selama proses pendirian bisnis.
Dalam proses inkubasi, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan, yaitu cara kerja sistem inkubasi dan harapan yang realistis, integrasi wilayah, pendanaan berkelanjutan dan target yang realistis, pemahaman pasar dan model inkubator, serta tim manajemen terampil dengan fasilitas memadai.
Senior Project Officer for Education, ADB Sutarum Wiryono menuturkan, variasi antar-inkubator startup dalam hal pengalaman, organisasi, pendanaan, sumber daya, dan fasilitas, menghasilkan tingkat keberhasilan (output/outcomes) yang berbeda.
Setiap institusi memiliki karakteristik masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya, tetapi rekomendasi umum dapat diambil dari studi terkait dengan pra-inkubasi, inkubasi, dan pasca-inkubasi.
“Secara keseluruhan, inkubasi startup di tiga perguruan tinggi sampel (UI, IPB, Institut Teknologi Sepuluh Nopember) memiliki potensi besar untuk menyimulasikan dan mendorong wirausahawan muda untuk mengembangkan bisnis berbasis teknologi,” papar Sutarum.
Sementara itu, untuk mendukung program inkubasi ini, pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Direktur Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Tatang Muttaqin menuturkan pentingnya kolaborasi antara institusi pendidikan, pemerintah, dan non-pemerintah dalam proses pembinaan, pendampingan, dan pengembangan perusahaan rintisan berbasis teknologi oleh inkubator teknologi untuk memaksimalkan hasil penelitian, penilaian, dan implementasi.
Sinergi ini tentunya akan mengembangkan kewirausahaan yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional, serta stimulator bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.
“Ke depannya kewirausahaan diharapkan dapat membangun kemandirian masyarakat,” kata Tatang.