logo

Sekolah Kita

Kepala SMA Warga Solo: Perubahan Kebijakan Masuk PTN Memfasilitasi Diferensiasi Siswa

Kepala SMA Warga Solo: Perubahan Kebijakan Masuk PTN Memfasilitasi Diferensiasi Siswa
Pembelajaran di salah satu kelas di SMA Warga Solo, Jumat (30/9/2022). (EDUWARA/K. Setia Widodo)
Redaksi, Sekolah Kita02 Oktober, 2022 22:50 WIB

Eduwara.com, SOLO – Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Warga Solo, Purwoto menilai kebijakan baru masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) membawa pengaruh positif bagi para siswa. 

Dulu, siswa harus memilih jurusan IPA/IPS untuk masuk ke program studi tertentu ketika di perguruan tinggi. Hal tersebut secara tidak langsung membatasi pandangan siswa kepada mata pelajaran tertentu.

Secara positif, sambung Purwoto, penggunaan nilai rata-rata rapor seluruh mata pelajaran maupun materi tes yang tidak menyangkut mata pelajaran tertentu dalam kebijakan baru menjadikan siswa harus fokus ke semua mata pelajaran sehingga tampak daya nalar dan literasinya.

“Berarti diferensiasi siswa akan terfasilitasi. Dulu, misalnya tidak bisa matematika atau IPA maka tidak bisa masuk ke program studi yang serumpun. Kalau sekarang kan lebih dihargai pada kompetensi secara menyeluruh, kalaupun kognitif ya secara umum yang berkaitan dengan penalaran dan literasi,” kata Purwoto kepada Eduwara.com, Jumat (30/9/2022), di ruang kantornya.

Seperri diketahui kebijakan baru masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tidak lagi menggunakan nilai mata pelajaran tertentu untuk menentukan kelolosan siswa. 

Dalam Peratuan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbud) Nomor 48 Tahun 2022  disebutkan, jalur masuk dilakukan melalui seleksi nasional prestasi, seleksi nasional tes, dan seleksi mandiri oleh PTN.

Dalam seleksi nasional prestasi dilakukan dengan dua komponen, pertama dihitung berdasarkan rata-rata nilai rapor seluruh mata pelajaran paling sedikit 50 persen dari bobot penilaian. 

Kedua, dihitung berdasarkan nilai rapor paling banyak dua mata pelajaran pendukung program studi yang dituju, portofolio, dan/atau prestasi paling banyak 50 persen dari bobot penilaian.

Adapun seleksi nasional tes dilakukan dengan mengukur potensi kognitif, penalaran matematika, literasi bahasa Indonesia, dan literasi bahasa Inggris. Selain itu, dalam seleksi ini, PTN dapat menambahkan portofolio untuk program studi seni dan olahraga.

Penghargaan Siswa

Menurut Puwoto, perubahan kebijakan itu betul-betul membuka secara luas untuk menunjukkan eksistensi diri yang mengarah kepada penghargaan siswa. Jadi mereka tidak bisa disamakan lagi antara satu dengan yang lain, karena memang punya keunggulan masing-masing.

Namun, Purwoto mengakui, perubahan kebijakan pasti menimbulkan berbagai respon baik dari pihak siswa, guru, maupun sekolahan.

“Istilahnya ada yang siap dan tidak siap, tetapi tidak sedikit yang berusaha beradaptasi dengan perubahan itu. Tapi yang jelas, bagi kami karena regulasinya seperti itu, kami lebih condong memberi motivasi. Artinya mengambil dari sisi positif, tidak menakut-nakuti,” tambah dia.

Karena itu, lanjut Purwoto, dalam rangka persiapan masuk PTN, pihaknya tidak melakukan penambahan pada jam pelajaran. Namun, sekolah sudah membuat program tahunan pelayanan siswa berupa bimbingan belajar.

Pelayanan tersebut dinilai bisa memfasilitasi siswa yang tidak sempat bimbingan belajar untuk persiapan masuk PTN. 

“Memang dari Kementerian sebaiknya siswa tidak usah mengikuti bimbingan belajar karena menambah biaya. Namun ini bagian dari tugas kami, apalagi sudah masuk program sekolah ya diberikan saja,” ungkap dia.

Hanya saja, lanjut Purwoto, fokus materi yang disampaikan akan dialihkan, yang dulunya mengenai soal-soal Ujian Tulis Berbasis Komputer-Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UTBK-SBMPTN), nantinya diarahkan ke soal-soal skolastik, baik dari pengenalan dan latihan soal.

“Jika latihan sendiri sepertinya tidak semua siswa bisa dan berminat. Tapi kalau dijadwalkan secara khusus dan free karena difasilitasi maka siswa akan berminat. Kami bisa saja bekerja sama dengan lembaga yang berkompeten. Secara psikis kalau yang mengajari gurunya sendiri barangkali kurang greget,” terang dia. (K. Setia Widodo/*)

Read Next