logo

Sekolah Kita

Konsep Kurikulum 2022 tidak Mengunci dan Fleksibel

Konsep Kurikulum 2022 tidak Mengunci dan Fleksibel
Sri Wahyaningsih (EDUWARA/Setyono)
Setyono, Sekolah Kita04 Desember, 2021 21:25 WIB

Eduwara.com, JOGJA — Pemerhati pendidikan sekaligus pendiri Sanggar Anak Alam (Salam) Bantul Sri Wahyaningsih menilai konsep yang dihadirkan dalam Kurikulum 2022 yang tengah diujicobakan di 2.500 Sekolah Penggerak bersifat tidak mengunci dan fleksibel. Kehadiran kurikulum ini juga tidak senyap dan diam-diam.

"Kurikulum 2022 tidak banyak mengalami perubahan dari Kurikulum 2013. Kuncinya ada pada perubahan paradigma guru," papar Wahya, sapaan akrab Sri Wahyaningsih, Sabtu (4/12).

Selain itu, pendidikan karakter juga mendapatkan perhatian dengan hadirnya modul pendidikan Profil Pelajar Pancasila yang diterapkan dalam enam dimensi di Kurikulum 2022. Sebab inilah yang dibutuhkan dalam pendidikan abad 21.

Anak dididik, diajarkan menjadi pemikir kritis, kreatif, bernalar namun tetap menjunjung tinggi kebhinekaan dan keragaman global. Ini yang ingin dimunculkan di Kurikulum 2022.

Berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang harus dipenuhi secara parsial dan terkunci kebijakan, Kurikulum 2022 dibuat tidak mengunci dan bersifat fleksibel.

"Sekolah atau satuan pendidikan memiliki ruang menghadirkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan anak didiknya dan terhubung dengan lingkungan sekitar. Seperti saya katakan tadi, ini tergantung dari kemampuan guru," jelasnya.

Dalam penerapannya nanti, Kurikulum 2022 akan bernaung di bawah Standar Nasional Pendidikan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021. Standar ini dibuat abstrak, generik dan holistik, tidak sendiri-sendiri pada satuan pendidikan seperti kurikulum sebelumnya.

"Tidak mengunci dan fleksibel agar kurikulum ini memiliki life time yang panjang. Tidak ganti menteri ganti aturan," ucapnya.

Wahya tegas membantah Kurikulum 2022 dihadirkan secara senyap. Kurikulum ini tidak diinfokan secara masif bukan karena ketakutan polemik, namun penerapan yang secara terbatas ini sebagai upaya evaluasi.

"Lewat sekolah penggerak kita ingin mengkaji pelaksanaan kurikulum ini. Pemerintah tidak ingin melakukan perubahan kurikulum tiba-tiba tanpa adanya evaluasi terlebih dahulu," tutupnya. 

Read Next