logo

Kampus

Penerapan Akhlak Kurang dalam Sistem Pendidikan Indonesia

Penerapan Akhlak Kurang dalam Sistem Pendidikan Indonesia
Dalam pidato pengukuhan Guru Besar Filsafat Pendidikan Islam, Rabu (23/3/2022), dosen UIN Suka, Mahmud Arif menilai sistem pendidikan Indonesia sangat kurang dalam pendidikan akhlak. (EDUWARA/Humas UIN Suka)
Setyono, Kampus23 Maret, 2022 20:25 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Guru Besar Filsafat Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Mahmud Arif menilai selama ini sistem pendidikan Indonesia belum dibarengi dengan penerapan pendidikan akhlak yang luhur.

Kondisi ini berdampak pada lahirnya tindak kekerasan, intoleransi, radikalisme, pencabulan, korupsi dan berbagai hal negatif lainnya di tataran masyarakat. Semua ini dinilai mencoreng wajah dunia pendidikan Indonesia.

"Padahal sesungguhnya pendidikan merupakan misi pertama profetik. Misi utama profetik pendidikan adalah menyempurnakan kemuliaan akhlak," kata Mahmud Arif yang ditetapkan sebagai Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suka, Rabu (23/3/2022).

Jika dilihat dari berbagai prestasi akademik yang diraih Indonesia di tingkat internasional, baik di bidang pengembangan Sains dan Teknologi, MTQ, MHQ dan banyak bidang yang lainnya, maka apa yang terjadi saat ini menandakan bahwa dunia pendidikan Indonesia tidak baik-baik saja.

Lewat pidato pengukuhan berjudul 'Pendidikan Akhlak Profetik; Penguatan Paradigma Akhlak dalam Pendidikan Islam', Mahmud menyatakan sebelum adanya penetapan hokum, tugas awal kenabian adalah membimbing umat manusia agar dapat menjalani hidup sesuai tuntunan Ilahi.

Lewat Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), misi utama profetik pendidikan adalah penanaman 18 karakter bangsa Indonesia.

“Karakter-karakter yang harus dikuatkan lewat pendidikan adalah nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja-keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungjawab," terangnya.

Sayangnya kedelapan belas nilai karakter itu semestinya sudah dijabarkan dalam dunia pendidikan. Namun ternyata dalam implementasinya bisa dikatakan bahwa hasil dari implementasi pendidikan, perkembangan kemuliaan akhlak tertinggal dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih lanjut Mahmud juga mengatakan salah satu faktor penyebab umat Islam masih menyalahi misi utama risalah Islam sebagai rahmat semesta alam dan menyempurnakan kemuliaan akhlak karena implementasi pendidikan agama masih bersifat dogma.

"Pendidikan agama kurang menampilkan implementasi pembelajaran tentang humanisme, toleransi dan moderasi. Sehingga keberagamaan umat masih sering menunjukkan sikap dan perilaku yang kontraproduktif dengan tuntunan akhlak Islami," paparnya.

Untuk mengatasi ketertinggalan pendidikan, khususnya Islam, yang rahmat dan membentuk akhlak mulia, menurut Mahmud, dengan mengaktualisasikan pendidikan akhlak profetik.

Profetik bermakna sebagai al-hikmah dengan kesadaran keadaban budaya. Yakni, kemampuan memahami berbagai prinsip/nilai Islam dalam menyikapi semua persoalan kehidupan dengan baik dan bertindak secara tepat tanpa melanggar aturan, dan selaras dengan semangat zaman dan tuntutan lingkungan.

Pendidikan Islam profetik mengandung keutamaan daya pikir yang mampu memilah dan memilih, mengetahui persoalan-persoalan ketuhanan dan persoalan-persoalan kemanusiaan yang mendasari pemahaman mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya ditinggalkan.

'Ini berarti pendekatan pendidikan semestinya mampu menumbuhkembangkan kecerdasan moral, dan menerapkan pendekatan hikmah. Bukan indoktrinatif dan parsialistik," jelasnya.

Read Next