logo

EduBocil

Tiga Tahap Membaca Buku, Latih Nalar Kritis Siswa SD

Tiga Tahap Membaca Buku, Latih Nalar Kritis Siswa SD
Guru SD Islam Bunga Bangsa Samarinda, Dyan Widya Agustina dalam Webinar Penguatan Literasi Melalui Lokakarya Membaca di SD, Jumat (1/4/2022). (YouTube Guru Dikdas Kemdikbudristek)
Redaksi, EduBocil01 April, 2022 17:45 WIB

Eduwara.com, JAKARTA – Seorang guru harus memiliki kemampuan melatih nalar kritis siswa melalui pembelajaran-pembelajaran di sekolah. Hal tersebut penting karena dengan mempunyai cara pandang kritis, siswa bisa mencari dan menilai informasi, membuat kesimpulan, merefleksikan pemikiran, membuat keputusan, serta berpikir terbuka.

Ketika siswa sudah bisa memilah mana yang informatif atau hanya sekadar rekreatif, ke depan mereka bisa melihat perkembangan pemikirannya sendiri, pemikiran orang lain, membandingkan dua hal yang mungkin sama-sama penting, dan mengambil keputusan yang tepat.

Hal itu disampaikan Guru SD Islam Bunga Bangsa Samarinda, Dyan Widya Agustina dalam Webinar Penguatan Literasi melalui Lokakarya Membaca di SD, Jumat (1/4/2022). Acara itu diselenggarakan Direktorat Guru Pendidikan Dasar Kemendikbudristek dan disiarkan langsung melalui YouTube Guru Dikdas Kemdikbudristek.

Dyan menambahkan, metode lokakarya membaca berdasarkan Teacher Colleges Reading and Writing Project dari Columbia University. Metode tersebut memiliki tiga tahapan.

“Pertama, tahapan mini lesson yaitu pemaparan strategi selama 10 sampai 15 menit. Kemudian tahapan conferring atau praktik strategi secara individu maupun berkelompok selama 35-45 menit. Ditutup tahapan sharing yaitu mereview strategi selama 10 menit. Jadi total pembelajaran untuk lokakarya membaca kurang lebih satu jam,” jelas dia.

Persiapan, sambung Dyan, dilakukan dengan pemilihan buku dan sumber belajar. Jika memungkinkan, guru bisa mengambil koleksi buku dari dua kategori yakni fiksi dan non fiksi untuk dibawa ke kelas agar jumlah pilihan buku sesuai dengan kebutuhan. Opsi lainnya, yaitu siswa dibawa ke perpustakaan sekolah untuk memilih buku sendiri.

Guru juga menyiapkan lembar kerja untuk siswa. Lembar kerja itu digunakan untuk menilai keberhasilan dan kesesuaian berdasarkan pengamatan dalam evaluasi.

Pilih Sesuai Kondisi Siswa

“Pemilihan buku disesuaikan dengan kondisi siswa. Tidak semua buku sesuai atau layak dimasukkan pada kategori bacaan anak. Kebetulan siswa kelas saya berumur 6-8 tahun, jadi buku yang saya pilih adalah buku berwarna dan mungkin menarik baik judul maupun penampilannya,” ujar dia.

Dalam tahap mini lesson, guru bisa menanyakan kepada siswa tentang strategi membaca yang telah dipelajari sebelumnya. Selain itu bisa membuka diskusi singkat terkait manfaat membedakan fiksi dan non fiksi. Keduanya ditujukan agar siswa merasa mempelajari sesuatu yang bermanfaat.

Tahap conferring, memungkinkan guru bisa mengelompokkan dan menentukan siswa sesuai kondisi masing-masing. 

“Guru bisa memasukkan individual reading, di mana siswa membaca secara independen. Kemudian bisa memasukkan proses membaca berpasangan, menentukan siswa yang sudah pandai membaca dengan yang belum, bisa melihat adanya siswa introvert dan ekstrovert, serta mengenal siswa sehingga bisa mengelola kelas dengan baik,” ujar dia.

Lebih lanjut, dalam proses membaca mandiri maupun berpasangan, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk membaca buku yang mereka inginkan serta menerapkan strategi membaca yang sudah disiapkan. Selain itu, guru berkeliling mengecek yang harus dibenahi dan membagikan lembar kerja untuk membantu saat siswa berdiskusi.

Tahap sharing atau akhir sesi, guru meminta satu atau dua anak untuk memberikan review terhadap strategi membaca yang telah dipelajari di depan kelas. “Dengan tahap ini, guru bisa melihat siswa secara sampling apakah sudah cukup paham mengenai strategi yang sudah diajarkan,” kata dia. (K. Setia Widodo)

Read Next