Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, SOLO – Program Studi (Prodi) Teknik Kimia Tekstil Sekolah Tinggi Teknologi (STT) "Warga" Solo mengadakan Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) berupa Pelatihan Pencapan Zat Warna Alam dengan Hasil Optimal dan Waktu yang Singkat pada Pengrajin Kampung Batik Kauman Solo, Rabu (14/9/2022). Kegiatan itu menggandeng pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) industri batik di Kampung Kauman, Solo.
Ketua STT "Warga" Solo, Roedy Kristiyono dalam sambutannya mengatakan, kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat merupakan upaya mendarmabaktikan ilmu yang dipelajari di kampus agar bisa ditularkan ke masyarakat secara langsung.
"Sehingga proses belajar keilmuan tidak berhenti di kampus, tetapi bisa dimanfaatkan langsung oleh masyarakat," ujar dia.
Roedy melihat, pelatihan tersebut bisa dikembangkan lebih lanjut, bahkan bisa menjadi daya tarik wisata Kota Solo, terlebih wisatawan asing. Karena menurut dia, orang-orang luar lebih tertarik dengan hal-hal organik atau alami.
"Kalau pakaian pun memakai zat organik atau alami insya Allah mampu membuat daya tarik yang luar biasa. Karena mungkin selama ini, pewarnaan yang menggunakan bahan kimia yang nantinya limbahnya memerlukan proses yang mahal untuk menjadi alami kembali. Nah monggo, ke depan bisa menggandeng ahli-ahli lain misalnya untuk pemasaran dan brandingnya," ujar dia.
Pelatihan itu, sambung Roedy, bisa memunculkan kegiatan-kegiatan lain. Oleh karena itu, dia berpesan agar jangan berhenti di tahapan pelatihan. Pihaknya dengan senang hati akan membantu untuk mewujudkan tahapan-tahapan lain.
"Sehingga kegiatan yang sederhana ini nantinya bisa menghasilkan sesuatu yang produktif dan menguntungkan baik dari owner dan sumber daya manusia yang dikelola," harap dia.
Lebih Terjangkau
Sementara itu, Ketua Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman (PKWBK), Gunawan Setiawan mengungkapkan penggunaan bahan warna yang berasal dari sumber daya alam tidak akan menimbulkan persaingan bagi warga paguyuban.
"Bagi saya pribadi dan teman-teman paguyuban melihat, insya Allah akan bersinergi dan tidak menimbulkan persaingan. Karena warna alam menyesuaikan lingkungan masing-masing. Contohnya warna jolawe Klaten dengan Sukhorajo mungkin ada kemiripan karena letak geografis. Tetapi akan berbeda hasilnya jika diambil dari pulau Nusa Tenggara Barat (NTB)," ungkap dia.
Dia melanjutkan, penggunaan pewarna alam untuk batik membutuhkan proses yang berhari-hari dan pencelupan berkali-kali. Namun hasil dari teknik pencapan yang diinisiasi Prodi Teknik Kimia Tekstil STT "Warga" Solo tersebut bisa langsung jadi, sehingga menghemat berbagai hal.
Gunawan melanjutkan, efek yang ditimbulkan ialah batik pewarna alam yang dianggap harganya mahal karena proses pembuatannya bisa lebih terjangkau. Intinya, batik pewarna alam bisa menyaingi kain printing tekstil pewarna kimia.
Lebih lanjut, pelatihan diawali dengan penyampaian langkah-langkah proses pencapan oleh perwakilan mahasiswa Prodi Teknik Kimia Tekstil yaitu Putri Dewi dan Danur Kusuma Wibowo. Proses diawali dengan mempersiapkan kain dan larutan pewarna dengan ekstraksi pewarna alam berupa batang secang, bunga kenikir, dan buah mangsi.
Kemudian membuat pengental, menghitung area pencapan, membuat resep pewarna alam, dan mempersiapkan pasta cap. Setelah itu dilakukan proses pencapan, dilanjutkan pengeringan, fiksasi, dan pencucian. (K. Setia Widodo)