logo

Kampus

Universitas Brawijaya Lakukan Mitigasi Bencana di Kota Batu

Universitas Brawijaya Lakukan Mitigasi Bencana di Kota Batu
Fathul Muin, Kampus10 November, 2021 05:34 WIB

Eduwara.com, MALANG—Tim Doktor Mengabdi dari Universitas Brawijaya terlibat dalam mitigasi bencana di Kota Batu dengan mencari bidang yang stabil dan tidak stabil, membuat sistem peringatan dini serta eco-engineering di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji.

Doktor Mengabdi merupakan salah satu program yang diadakan oleh Universitas Brawijaya untuk membantu kebutuhan atau mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat. Tim Doktor Mengabdi UB yang terlibat dalam mitigasi bencana di Batu, yakni Prof. Sunaryo, Prof. Adi Susilo, Runi Asmaranto, dan Arief Andy Soebroto.

Dusun Brau dipilih sebagai lokasi mitigasi karena pada awal Februari 2021 lalu terjadi bencana alam tanah longsor. Bencana alam tersebut mengakibatkan warga menempati tenda keluarga di pengungsian yang telah disiapkan oleh BPBD Kota Batu.

Di Dusun Brau, Tim Doktor Mengabdi  akan membuat sistem peringatan dini yang dilengkapi dengan sensor musim hujan. Jika musim hujan, tampungan air di dalam tanah akan dialirkan agar mengendap lama di dalam tanah.

Dalam keterangan resminya, Prof. Sunaryo mengatakan bentuk mitigasi bencana di Kota Batu salah satunya perlu  ditemukan lokasi bidang longsor yang stabil dan tidak stabil.

"Sebagai upaya mitigasi bencana, maka lokasi yang bidang longsornya stabil (bagian timur-tenggara dari lokasi penelitian) dapat langsung direkomendasikan untuk digunakan sebagai tempat penampungan atau relokasi penduduk setempat," katanya, Selasa (9/11/2021).

Untuk lokasi yang tidak stabil, kata dia, dapat dilakukan rekayasa sebagai upaya mitigasinya, seperti mengurangi kelebihan ketebalan/beban batuan yang terdapat di atas bidang longsor pada lintasan yang tidak stabil, atau membuat bangunan sipil berupa tembok penahan atau paku bumi sampai pada kedalaman minimal.

Selanjutnya, melakukan eco-engineering melalui penanaman vegetasi yang berakar paku dan/atau berakar merayap, lalu melakukan pemasangan rambu-rambu dan EWS (early warning system), yang terakhir melakukan edukasi masyarakat terkait penerapan protokol mitigasi bencana.

Prof.  Adi Susilo,  menjelaskan mengenai temuan retakan-retakan yang ada di permukaan tanah dan bisa segera ditutup menggunakan liat dan  diinjak-injak agar  aliran air tidak masuk ke retakan.

"Curah hujan sangat mempengaruhi longsor dan ada beberapa jenis tanah yang sensitif seperti tanah liat. Istilahnya bahasa teknik itu tekanan air pori, jadi tanah liat jika terkena hujan lebat terjadi dorongan air di dalam tanah yang tinggi massa tanahnya pun ikut jebol berbeda dengan tanah pasir yang dorongannya rendah sehingga jika ada retakan maka segera ditutup,"kata Runi Asmaranto..

Arief Andy Soebroto menambahkan dari titik-titik kritis bisa diukur, seperti curah hujan tinggi sebagai parameter pertama kemudian kondisi tanah.

"Kalau kondisi tanahnya kering tidak ada hujan mungkin tidak ada longsor, nah disitu bisa tahu sensor endapan tanah. Pendeteksi sensor ini bisa mengetahui kandungan air yang ada di dalam tanah, kalau terlalu jenuh maka akan terjadi longsor,"katanya.

 

Read Next