Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menginginkan pembenahan sistem dan strategi pendidikan Indonesia untuk menyesuaikan dengan kebutuhan karakter generasi Z dan Alpha. Pembenahan sistem pendidikan dinilai akan menjadi jaminan bagi masa depan Indonesia.
“Sekarang ini, generasi penerus bangsa ini adalah kelompok generasi Z dan Alpha yang dalam 25-100 tahun ke depan merekalah pewaris yang memimpin dan menjadikan Indonesia lebih baik,” kata Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, dilansir pada Rabu (26/3/2025).
Haedar melihat strategi dan konsep pendidikan yang diterapkan saat ini belum tersusun dengan baik. Hal ini karena para tokoh bangsa sibuk dengan dunianya masing-masing dan aktifitas pada banyak hal yang membuat mereka tidak pernah merasa cukup.
Bahkan para tokoh bangsa tersebut, dinilai Haedar, memberikan contoh-contoh tidak baik dan bisa melahirkan generasi yang lebih buruk dari apa yang dicontohkan. Kondisi ini akhirnya membuat mereka lupa untuk mendidik anak-anak penerus bangsa.
“Namun kita optimis, menyongsong Indonesia Emas, Generasi Emas, strategi dan sistem pendidikan harus diatur untuk mengakomodasi serta menciptakan generasi Z serta Alpha yang lebih mencintai Indonesia di masa depan,” sambungnya.
Tapi, Haedar juga mengingatkan bahwa upaya membangun peradaban sebuah bangsa tidak semudah seperti membalik telapak tangan. Belajar dari pengalaman peradaban Eropa, Amerika dan Kawasan Timur Tengah, dibutuhkan kesabaran serta tekad yang besar.
Dua Agenda
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyampaikan bagaimana strategisnya kedudukan ilmu dan visi untuk membangun bangsa.
“Sebuah negara yang baik secara sistem pendidikan dan keilmuan, dalam konteks dunia modern, negara tersebut digolongkan ke dalam welfare state. Negara dengan bangsa yang menjadi maju dengan tingginya derajat keilmuan yang dimiliki,” paparnya.
PP Muhammadiyah, menurut Mu’ti, terus berperan aktif menyebarluaskan ilmu sebagai salah satu cara untuk bermanfaat bagi orang lain. Kebermanfaatan melalui ilmu memiliki jangkauan yang sangat luas dan menjadi amalan yang tidak akan terputus walau setelah meninggal dunia.
Muhammadiyah, lanjut Mu’ti, telah menerapkan konsep berilmu dan beramal dalam konteks kemajuan umat dan bangsa. Dalam konsep berilmu dan beramal ini, Muhammadiyah memiliki dua agenda.
Pertama adalah ilmu yang amaliah, atau ilmu yang dapat diamalkan. Kedua adalah amal yang ilmiah, artinya beramal dengan menggunakan ilmu.
“Ini yang menjadi pondasi Muhammadiyah dalam mengajarkan ilmu yang menjunjung keluhuran akhlak, sehingga setiap individu memiliki kepribadian yang utuh dan tidak terpecah,” imbuhnya.
Mu’ti juga mengimbau agar seseorang yang berilmu harus dapat mengaplikasikan dan mengajarkan segala teori yang telah dipelajarinya sehingga seluruh ilmu yang telah diamalkan serta pengamalan yang berlandaskan ilmu bermuara kepada semakin meningkatnya keimanan dan ketaqwaan seseorang.
“Ini pembeda paling mendasar antara orang yang berilmu dengan yang tidak,” tutupnya.