Atasi ‘Patahan Kurikulum,’ Direktorat PAUD Dorong Kabupaten/Kota Bentuk Forum Komunikasi PAUD-SD

23 Juni, 2022 21:15 WIB

Penulis:Redaksi

Editor:Ida Gautama

23062022-Kemendikbudristek Dir PAUD Bentuk Forkom PAUD .jpg
Direktur PAUD Kemendikbudristek, Muhammad Hasbi (kanan) dalam Bimbingan Teknis Penguatan Forum Komunikasi PAUD-SD Angkatan 2 di Jakarta, Kamis-Sabtu (16-18/6/2022). (EDUWARA/Dok. Ditjen PAUD Kemendikbudristek)

Eduwara.com, JAKARTA – Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Dit PAUD Kemendikbudristek) mendorong Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia untuk segera membentuk Forum Komunikasi Pendidikan Anak Usia Dini dan Sekolah Dasar (FK PAUD-SD).

Hal tersebut bertujuan untuk menghindari terjadinya perbedaan paradigma dalam penyusunan kurikulum pendidikan dari jenjang PAUD ke SD yang kerap disebut dengan terjadinya patahan kurikulum.

Direktur PAUD Kemendikbudristek, Muhammad Hasbi dalam Bimbingan Teknis Penguatan Forum Komunikasi PAUD-SD Angkatan 2 di Jakarta, Kamis - Sabtu (16-18/6/2022) mengatakan forum tersebut diawali oleh upaya mengantisipasi serta menjawab berbagai tantangan terutama kualitas pendidikan anak usia dini pada masa lampau.

"Pertama terkait dengan inkonsistensi kebijakan di bidang pendidikan, khususnya antara jenjang pendidikan anak usia dini dan jenjang pendidikan sekolah dasar dalam konteks persiapan bersekolah dari satu jenjang pendidikan ke jenjang berikutnya," ujar Hasbi seperti dilansir Eduwara.com, Kamis (23/6/2022) dari laman Ditjen PAUD Kemendikbudristek.

Seperti diketahui, kurikulum yang digunakan anak usia dini dan kurikulum di SD pada waktu itu menggunakan Kurikulum 2013. Hingga saat ini pun masih banyak satuan pendidikan yang menggunakan Kurikulum 2013.

Perbedaan paradigma tim penyusun kurikulum PAUD dan kurikulum SD menyebabkan terjadinya semacam gap atau jurang pemisah. Jurang pemisah penguasaan pengetahuan antara anak PAUD dan SD kemudian sering disebut istilah patahan-patahan kurikulum.

Perbedaan Paradigma

Patahan kurikulum PAUD dan SD, menurut Hasbi, terjadi karena penyusunan kurikulum belum melakukan komunikasi intensif antara tim penyusun yang satu dengan tim lain. Kemudian, penyusun kurikulum PAUD berbeda paradigma dengan tim penyusun kurikulum SD, di mana penyusun kurikulum PAUD menganut paradigma pendidikan perkembangan sedangkan tim penyusun kurikulum SD menganut paradigma kompetensi hasil belajar.

Akibat perbedaan paragidma itu, lanjut Hasbi, yang dihasilkan tentu sangat berbeda pada kemudian hari. Hal itu menyebabkan lahirnya dua permasalahan.

Pertama, ada miskonsepsi mengenai pendidikan anak usia dini yang akan masuk SD khususnya bagi anak usia dini yang berusia lima sampai dengan enam tahun, sehingga anak-anak usia bermain ini dipersiapkan secara berlebihan untuk menguasi literasi dan numerasi.

"Mengapa saya sebut dipersiapkan secara berlebihan, karena memang di masa lampau kita tidak melarang hal itu terjadi. Bukan praliterasi dan pranumerasi yang kita persoalkan, tetapi bagaimana cara melakukan hal itu sesuai dengan kebutuhan serta kondisi fisik, motorik, psikologis dan perkembangan anak usia dini," jelas dia.

Tuntutan kurikulum di SD sangat berat, yang tadinya di PAUD anak-anak menggunakan paradigma bermain adalah belajar, kemudian ketika anak PAUD masuk SD mereka harus menyelesaikan berbagai mata pelajaran yang dibutuhkan kecakapan secara terukur.

Kedua, memaksakan hadirnya kecakapan literasi dan numerasi lebih awal pada jenjang PAUD secara berlebihan sangat tidak tepat. Hal itu yang mengakibatkan banyak anak-anak PAUD tidak bahagia bersekolah di jenjang berikutnya karena sejak awal menganggap bahwa sejak masih di PAUD mereka menganggap bahwa sekolah itu adalah siksaan bagi mereka.

Merdeka Belajar

Tujuan Direktorat PAUD mendorong Kabupaten/Kota membuat Forum Komunikasi PAUD-SD adalah memastikan agar ada transisi yang secara mulus terjadi dari jenjang pendidikan anak usia dini ke jenjang pendidikan sekolah dasar. Yang pasti adalah ketika nanti anak usia dini masuk SD tidak mengalami persoalan lagi. 

Ditegaskan oleh Hasbi, jika persoalan patahan kurikulum PAUD dan SD dapat diatasi, anak lebih siap untuk mengikuti program pendidikan di jenjang berikutnya, maka program kesiapan bersekolah akan terlaksana dengan baik.

"Di samping itu, terkait kesiapan bersekolah dengan Kurikulum Merdeka yang saat ini dikembangkan, saya informasikan bahwa sejak setahun yang lalu telah bekerja dengan sangat keras untuk memastikan bahwa patahan kurikulum dapat teratasi yang tadi saya sampaikan, perpindahan jenjang PAUD ke jenjang Sekolah Dasar akan berjalan mulus," kata dia.

Karena itu, sambung dia, saat ini telah lahir apa yang disebut Merdeka Belajar, sehingga antar jenjang tidak ada lagi patahan kurikulum. 

Hambatan patahan kurikulum PAUD dan SD, menurut data, menunjukkan pendidikan kita tidak meningkat dari waktu ke waktu, khususnya terkait dengan kualitas kompetensi sosial yaitu literasi dan numerasi. Jenjang SD terutama di kelas awal tidak tercipta peningkatan kualitas dan operasi sebenarnya tidak hanya terjadi secara instan. Namun hal itu buah dari kurangnya pembinaan sejak PAUD. 

Kurikulum Merdeka yang ada saat ini menyambungkan antara PAUD sebagai jenjang fondasi dengan jenjang pendidikan berikutnya yaitu kelas awal SD.

"Di jenjang PAUD kita yakini telah berupaya untuk menciptakan transisi yang mulus dari sisi kurikulum. Oleh karena itu patahan kurikulum perlahan tapi pasti telah mulai teratasi. Hal ini membutuhkan persiapan bersekolah yang perannya menjembatani patahan kurikulum," tutup dia. (K. Setia Widodo/*)