Kampus
24 Desember, 2025 02:59 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama

Eduwara.com, JOGJA - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Gadjah Mada (UGM) sukses menyelenggarakan ajang bergengsi Nusantara Future Leaders (NFL) 2025. Sebanyak 100 Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMA se-Indonesia berkumpul untuk mengasah kapasitas kepemimpinan mereka selama dua hari, yang berakhir pada Senin (22/12/2025).
Koordinator Umum NFL 2025, Syafina Alya Darindrani, menjelaskan forum ini sengaja dirancang sebagai ruang dialog dan diskusi untuk membentuk karakter pemimpin masa depan yang inklusif dan berintegritas.
“Kami ingin memperkuat kapasitas kepemimpinan para peserta yang datang dari berbagai wilayah. NFL adalah ruang belajar dan bertumbuh agar mereka pulang dengan kapasitas yang lebih kuat sebagai calon pemimpin,” terang Syafina di sela penutupan acara.
Ketua BEM KM UGM, Tio Ardiyanto, dalam pesannya mengajak para peserta untuk peka terhadap realitas sistem sosial. Menggunakan analogi strategi perang Mahabharata, Tio menekankan pentingnya kecerdasan dalam menghadapi tantangan zaman.
“Kita perlu belajar formasi bertahan dan menyerang secara cerdas, bukan hanya dalam perang, tapi juga dalam realitas sosial seperti sistem pendidikan agar tidak sekadar menjadi korban sistem,” tegas Tio.
Humble
Senada dengan hal tersebut, Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Wening Udasmoro, mengingatkan bahwa pemimpin masa depan tidak cukup hanya bermodalkan kecerdasan intelektual. Menurutnya, pemimpin sejati harus memiliki empati, kerendahan hati (humble), serta jiwa toleransi yang kuat.
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisateknik), Stella Christie, yang hadir dalam NFL 2025, menyoroti tantangan besar generasi muda pada era digital, yakni masifnya misinformasi dan disinformasi yang diperparah oleh perkembangan Artificial Intelligence (AI).
Merujuk pada riset global, Stella menyebutkan bahwa hoaks kini menjadi ancaman serius karena mampu memengaruhi persepsi manusia secara luas. Ia memperkenalkan konsep cognitive reflection sebagai senjata melawan disinformasi.
“Tidak ada yang lebih penting selain berpikir berdasarkan nalar dan hati. Gunakan sistem berpikir yang analitis dan lambat agar tidak mudah terjebak kesalahan informasi,” ujar Stella.
Ia menambahkan, tindakan sederhana seperti berhenti sejenak dan berpikir selama tiga detik sebelum membagikan informasi (sharing) terbukti sangat efektif menekan penyebaran hoaks di masyarakat.
Melalui situs resmi UGM, masyarakat dapat memantau berbagai program pengembangan kepemimpinan muda lainnya yang diinisiasi oleh civitas akademika untuk mencetak generasi emas Indonesia.
Bagikan