Sekolah Kita
06 Desember, 2021 20:02 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JOGJA — Menerapkan pendidikan berbasis keluarga, Sanggar Anak Alam (SALAM) yang berada di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta masuk dalam sepuluh sekolah terunik di dunia. Selain berbasis keluarga, SALAM mencoba mengembalikan anak didik pada lingkungannya.
Ditemui Eduwara.com Sabtu (4/12/2021), pendiri SALAM Sri Wahyaningsih mengucapkan terima kasih atas apresiasi yang diberikan pada institusi pendidikan yang didirikan medio 2000-an silam.
"Kalau ada yang memandang dan memberikan apresiasi sebesar itu, kami mensyukuri. Penghargaan ini bukti besarnya kepercayaan masyarakat pada kami," jelas Wahya.
Memilih mendirikan sekolah di areal persawahan di Dusun Nitiprayan, Desa Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Wahya mengatakan, tujuan utama pendirian SALAM adalah mengembalikan lagi gagasan Tri Sentra Pendidikan Ki Hajar Dewantara.
"Dalam proses pendidikan, kami melibatkan sepenuhnya peran aktif keluarga, sekolah dan masyarakat. Bagaimana pendidikan seharusnya berawal sejak dari keluarga. Orangtua menjadi pendidik pertama dan utama," katanya.
Karena menerapkan konsep berbeda, Wahya tidak berkenan jika SALAM dinilai sebagai konsep pendidikan alternatif. Baginya, dunia pendidikan yang sesungguhnya adalah seperti itu, yaitu melibatkan tiga lingkungan anak didik.
Dengan mengandalkan proses pendidikan berbasis keluarga, Wahya mengatakan, SALAM tidak mengambil hak asuh orangtua atas anak. Namun SALAM lebih banyak melakukan bimbingan tentang apa yang harus dilakukan orangtua di rumah.
"Demikian juga dengan peran kami sebagai sekolah, mana yang harus kami lakukan. Porsi yang mana yang kami lakukan, mana yang masyarakat. Kami terapkan itu," ujarnya.
Wahya bercerita di SALAM, anak didik hanya diajarkan menulis angka dan huruf baik secara tersurat maupun tersirat. Dari sini sekolah akan melakukan asesmen apakah anak-anak ini benar-benar memiliki kompetensi.
Dengan pemahaman akan membaca dan menghitung, anak-anak akan diuji apakah mereka mampu menggunakan pemahaman itu dalam keperluan hidup dan masyarakat.
"Kami mengajak semua peduli pada pendidikan. Pendidikan itu sederhana. Bisa dimulai dari lingkungan terdekat. Belajar dimanapun, kapanpun dan siapapun bisa menjadi guru. Sesederhana itu sebetulnya," ucapnya.
Bagi Wahya, pendidikan ini bagaimanapun adalah hal terpenting bagi setiap manusia. Karena bagi siapapun tujuan hidup ini adalah selamat dan bahagia. Itu hanya diyakini bisa dicapai dengan pendidikan.
Namun pendidikan tidak bisa dilepaskan dari nilai budaya dan kearifan lokal. Menurutnya, sistem pendidikan yang ada di Indonesia selama ini seperti mencabut anak dari akar budayanya.
Ia lantas mencontohkan bagaimana anak di Papua tidak mengenal dan paham akan Papua. Sebab mereka mendapatkan sistem pendidikan yang diseragamkan, padahal mereka memiliki spesifikasi sendiri.
"Demikian juga dengan anak-anak di Jawa, Maluku, Kalimantan, Sumatera dan tempat lainnya. Kebutuhan mereka berbeda-beda, dan bagaimana pendidikan itu mendekatkan anak didik pada lingkungan sekitarnya," lanjutnya.
Sehingga dengan konsep pendidikan mengacu pada lingkungan, anak didik akan paham dan merasa memiliki, yang hasilnya pendidikan akan dijadikan kekuatan untuk bertahan hidup.
Walaupun tidak akan membuka cabang di kota lain, Wahya mengatakan konsep pendidikan SALAM ditularkan kepada mereka yang ingin semangat menjalankan pola pendidikan seperti di SALAM. Setiap tahun selalu ada gelaran workshop tentang bagaimana merancang sekolah merdeka.
Sekolah yang menerapkan kurikulum sudah longgar, sehingga setiap satuan pendidikan mampu mengkoneksikan peserta didik dengan lingkungan sekitarnya. Sehingga setiap anak punya pengalaman nyata.
"Ini memang harus duduk tenang, bersama-sama dan memahami. Sebetulnya apa sih tujuan pendidikan secara mencapai hidup yang selamat dan bahagia. Di SALAM ini sudah pada tempatnya," tutup Wahya.
Bagikan