Kampus
17 Januari, 2022 16:47 WIB
Penulis:Bhakti Hariani
Editor:Bunga NurSY
Eduwara.com, DEPOK – Intervensi pemerintah dalam penentuan kapasitas produksi sekaligus pengendalian ekspor batu bara memegang peranan penting dalam pengelolaan komoditas emas hitam tersebut.
Hal ini dipaparkan oleh Doktor Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) Sidik Pramono dalam sidang doktoral yang digelar secara daring. Menurutnya, model pengembangan dinamis dapat digunakan untuk mengelola batu bara di Indonesia.
Dalam model tersebut, kata Sidik, terdapat tiga faktor subsistem utama yang mempengaruhi tata kelola sistem batu bara di Indonesia, yaitu ketersediaan sumber daya, rantai pasok, dan juga dinamika pasar.
“[Model ini menggarisbawahi] interaksi dan dinamika yang terjadi adalah antara pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. Kondisi ini menyebabkan terciptanya kondisi yang kolaboratif atau hybrid, yang memungkinkan para pihak mengambil peran untuk mempengaruhi setiap faktor/variabel dalam model tata kelola,” ujar Sidik dalam siaran pers yang diterima Eduwara.com, Senin (17/1/2022).
Sidik menuturkan, faktor-faktor yang mempengaruhi tata kelola batu bara Indonesia tersebut bergerak secara dinamis, bergantung pada tipe tata kelola yang dipakai dan juga perilaku para pemangku kepentingan pada masing-masing subsistem. Pola yang dinamis ini menyebabkan diperlukannya intervensi pemerintah agar tidak terjadi kesenjangan pasar.
“Pola hubungan antar faktor yang diteliti dalam penelitian ini memperlihatkan kecenderungan akan terjadinya kesenjangan pasokan dan kebutuhan di dalam negeri. Kondisi ini menyebabkan diperlukannya intervensi pemerintah sebagai wakil negara dengan formulasi arah dan kebijakan yang menekankan dominasi hierarchy governance dalam hal perancangan dan implementasi kebijakan,” ujar Sidik.
Dari skenario alternatif yang disimulasikan, Sidik menjelaskan bahwa bentuk intervensi pemerintah ini tidak bisa hanya dilakukan pada satu sisi atau faktor tertentu saja, tanpa mempertimbangkan kondisi para aktor yang terdampak.
“Dalam skenario tersebut, kapasitas produksi batu bara Indonesia harus dikontrol. Batu bara yang diproduksi harus diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu, terutama untuk kebutuhan pembangkit listrik yang selama ini menyerap alokasi terbanyak produksi batu bara Indonesia,” papar Sidik.
Lebih lanjut dipaparkan Sidik, kondisi ini sekaligus untuk memberikan waktu transisi yang cukup untuk melakukan peralihan kepada sumber energi baru dan terbarukan.
“Alokasi batu bara untuk ekspor pun harus dibatasi, sehingga kesempatan untuk meningkatkan kapasitas ekspor akan terbuka ketika target pemenuhan dalam negeri sudah tercapai dan kapasitas pasar dalam negeri sudah mencapai titik positif,” papar Sidik.
Bagikan