Indeks Hak Partisipasi Anak dalam Masyarakat Masih Rendah

12 Maret, 2022 22:14 WIB

Penulis:Redaksi

Editor:Ida Gautama

12032022-KemenPPA Partsisipasi Anak.jpg
Paparan Founder Metamorfosa.id, Nabila Ishma Nurhabibah dalam webinar Dari Anak Untuk Indonesia, Sabtu (12/3/2022). (Youtube KemenPPPA RI)

Eduwara.com, JAKARTA - Partisipasi anak menjadikan anak memiliki keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan tentang keberlangsungan hidup mereka. Keterlibatan itu dilaksanakan berdasar persetujuan dan kemauan sesuai dengan kematangan usia dan berpikir.

Partisipasi anak adalah salah satu hak dasar yang dimiliki untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal itu termaktub dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Founder Metamorfosa.id, Nabila Ishma Nurhabibah menyampaikan hal tersebut dalam Webinar Dari Anak Untuk Indonesia yang diselenggarakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Sabtu (12/3/2022) melalui siaran langsung Youtube KemenPPPA RI.

Nabila melanjutkan, Indeks Komposit Kesejahteraan Anak (IKKA) tahun 2018 menunjukkan angka pemenuhan hak anak yang dilihat dari lima aspek hak dasar.

"Hak kelangsungan hidup poinnya 79.3. Lalu hak tumbuh berkembang 59.0, hak perlindungan 82.8, serta hak identitas 83.9. Kemudian yang miris adalah hak partisipasi hanya 47.5. Hal ini menunjukkan hak partisipasi sering diabaikan, belum menjadi prioritas," jelas Nabila yang juga Wakil Ketua Forum Anak Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Tahun 2017-2019 itu.

Menurut Nabila, banyak kemungkinan faktor angka partisipasi anak masih sedikit, seperti anak yang masih takut berpartisipasi atau bersuara. Kemudian ada hambatan-hambatan di masyarakat yang memiliki stigma partisipasi anak merupakan hal sepele.

Adapun prinsip-prinsip partisipasi anak yakni kejelasan informasi, kesediaan anak, non-diskriminasi, keselamatan dan perlindungan, dan cukup sumber daya.

Beri Ruang Partisipasi

Menurut Pasal 72 ayat (3) huruf h UU Perlindungan Anak, masyarakat berperan memberikan ruang kepada anak untuk berpartisipasi dan menyampaikan pendapat. Yang dimaksud masyarakat adalah perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga kesejahteraan sosial, organisasi masyarakat, lembaga pendidikan, media massa, dan dunia usaha.

Contoh praktik partisipasi anak dalam masyarakat yakni mengikuti perlombaan kelompok anak saat acara tujuh belasan.

"Orang dewasa bisa menjadi koordinator dan anak-anak juga terlibat dalam panitia. Mereka terlibat menentukan jenis lomba dan acara yang menarik," kata Nabila.

Contoh lain yakni partisipasi dalam wilayah sekolah. Anak-anak dibebaskan dalam memilih ketua kelas, menggunakan buku pelajaran yang akan dipilih, bahkan membuat peraturan sekolah seperti di Sekolah Ramah Anak.

Lebih lanjut, anak tetap bisa berpartisipasi di masa pandemi. Salah satunya adalah memanfaatkan teknologi untuk memaksimalkan pembelajaran sekolah maupun pengembangan diri.

"Yang dibutuhkan adalah partisipasi anak sebagai subjek, bukan objek. Jadi anak berpartisipasi secara aktif sesuai kemampuan dalam mengambil keputusan dan membuat perubahan," ujar dia. (K. Setia Widodo)