EduBocil
18 Mei, 2022 21:56 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JAKARTA – Tidak dapat dipungkiri masih banyak keluarga yang tidak memahami bagaimana peran keluarga yang begitu besar terhadap pendidikan anak. Ada yang acuh, ada juga yang memang benar-benar tidak mengetahui cara mendukung pemenuhan pendidikan bagi anak.
Praktisi Pendidikan, Indra Dwi Prasetyo mengatakan setidaknya ada tiga pendekatan cara keluarga dalam mendorong atau mendukung pendidikan bagi anak-anaknya.
Pendekatan pertama adalah ketika anak-anak masih kecil. Dalam hal ini, orang tua berperan sebagai pemimpin bagi si anak.
“Tindak dan tutur orang tua akan sepenuhnya ditiru oleh sang anak. Oleh karenanya, fase ini substansial dalam membentuk kepribadian anak di awal,” ujar Indra seperti dilansir Eduwara.com, Rabu (18/5/2022) dari laman web Direktorat Sekolah Dasar.
Sedangkan fase kedua, menurut Indra adalah ketika anak menginjak remaja. Di fase ini, keluarga berperan sebagai “teman” bagi si anak. Orang tua harus sadar bahwa si anak sudah memiliki sedikit otoritas untuk membuat keputusan-keputusan, walau tidak semua dalam hidupnya. Di fase ini, kedekatan keluarga terhadap anak sangat penting.
Fase terakhir, menurut Indra adalah ketika anak sudah menginjak dewasa, di mana orang tua bertindak sebagai “observer” dalam kehidupan si anak. Keluarga di fase ini berperan sebagai pusat konsultatif atau ruang bertanya ketika diperlukan.
“Di fase ketiga ini, anak sudah memiliki otoritas untuk menentukan pilihan-pilihan di dalam hidupnya. Penting untuk diingat bahwa fase pertama dan fase kedua akan berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang akan mereka lakukan di fase ketiga ini. Secara prinsipal, keluarga memainkan peranan kunci dalam tumbuh kembang anak,” kata pria lulusan Master of Education di Monash University Australia ini.
Tumbuh Kembang Anak
Indra yang menjadi Direktur di Pijar Foundation serta Co-Chair Y20 Indonesia 2022 ini memulai paparannya dengan menjelaskan bahwa tumbuh kembang karakter anak tergantung pada didikan keluarga. Karena keluarga merupakan lingkungan terkecil, terdekat dan terdiri dari orang-orang yang paling didengar serta dijadikan contoh oleh anak.
Indra mengatakan, keluarga selalu memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, termasuk dalam hal pendidikan. Ada adagium yang sering didengar bahwa pendidikan pertama kali terjadi di kamar tidur anak, bukan di ruang kelas.
“Pendidikan mengenai kepemimpinan, misalnya, didapatkan anak ketika ia melihat ayahnya bekerja dan memimpin keluarga. Sama halnya mengenai nilai-nilai kasih sayang, kelembutan dan menghargai sesama, justru didapatkan oleh sang anak jauh sebelum mereka mengenal abjad, melainkan melalui ibunya,” katanya.
Sedangkan hal yang tidak kalah penting adalah bahwa keluarga berperan dalam pendidikan anak jauh lebih lama dari ruang-ruang kelas formal seperti SD, SMP, SMA dan universitas. Pendidikan sepanjang hayat tersebut memainkan peranan sentral dalam tumbuh kembang anak, mulai dari ia kecil, remaja hingga dewasa.
Indra melihat bahwa pendidikan di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri. Misalnya, banyak orang tua Indonesia yang melakukan “pengajaran”, jauh sebelum anak lahir dengan cara mendongeng atau mendoakan si anak dengan doa-doa yang baik, ketika masih di dalam kandungan. Afirmasi positif yang dimulai, bahkan sebelum anak lahir, setidaknya dapat dilihat sebagai ajang persiapan orang tua menjadi pendidik sebelum melahirkan anaknya.
“Ketika sang anak lahir, orang tua Indonesia berperan sebagai “norm setter” bagi si anak dengan cara mengajarkan mereka nilai-nilai dan kearifan yang tidak hanya terdapat di Indonesia secara umum, namun juga yang keluarga tersebut anut. Nilai dan norma spesifik seperti itu, sekali lagi, sulit untuk mereka dapatkan di bangku-bangku kelas nantinya. Nilai dan norma tersebut bermanfaat menjadi ‘kompas’ bagi si anak ketika ia remaja maupun dewasa,” tutur Indra.
Hadapi Era Digitalisasi
Perkembangan teknologi yang pesat memiliki peranan penting dalam keterbukaan informasi pada era ini. Anak-anak pada era saat ini merupakan salah satu penikmat teknologi, di mana mereka dengan mudahnya beradaptasi dengan berbagai perkembangan teknologi.
Mengenai hal itu, Indra yang juga fokus pada gerakan literasi pendidikan di sosial media menilai, digitalisasi adalah salah satu cara atau metode dalam melakukan aktivitas untuk mencapai sebuah tujuan. Tapi tentu saja dampak negatif dari dunia digital pada anak harus diminimalkan.
Orang tua sejak dulu sudah mengajarkan ke anak mengenai prinsip-prinsipnya. Misalnya, fokus untuk belajar di jam-jam belajar daripada bermain game di handphone. Atau, melarang untuk melakukan tindakan negatif baik di ruang nyata maupun digital. Atau, jangan mengerjakan suatu hal secara berlebihan, dan seterusnya.
“Oleh karenanya, saya pikir orang tua wajib untuk memberikan nilai-nilai prinsip kepada sang anak, bukan metode digitalnya. Karena metode mudah untuk dipelajari di bangku sekolah atau platform belajar online, namun nilai prinsip yang melandasi metode tersebut yang jauh lebih esensial untuk diajarkan kepada si anak,” imbuh dia. (K. Setia Widodo/*)
Bagikan