Jamkrindo Berdayakan Petani Kopi

02 Oktober, 2022 21:58 WIB

Penulis:Redaksi

Editor:Ida Gautama

02102022-Jamkrindo.jpg
Virtual Coffee Meet Up "Seruput Cita Rasa Kopi Garut", Sabtu (1/10/2022). (EDUWARA/YouTube PT Jamkrindo)

Eduwara.com, JAKARTA – Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) menjalankan penguatan ekonomi desa yang berkelanjutan terutama di Garut, Jawa Barat. Salah satunya ialah pembinaan kopi bubuk untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah petani kopi.

Hal tersebut disampaikan Perwakilan Jamkrindo Bagian Pemeringkatan Usaha dan Konsultasi Manajemen, Fajar Pratama dalam Virtual Coffee Meet Up “Seruput Cita Rasa Kopi Garut”, Sabtu (1/10/2022). 

Dia melanjutkan, melihat aktivitas petani Kopi di Jawa Barat yang cukup banyak serta popularitas kopi yang terus meningkat, pihaknya melihat ada peluang melakukan pemberdayaan kepada para petani.

“Kami ingin meningkatkan para petani di sana agar lebih sejahtera lagi. Salah satu penyuluhan yang dilakukan dengan membuat Demonstration Plot (Demplot) tanaman kopi di lahan seluas 1 hektar. Teknik penyuluhan kami ini melibatkan secara langsung teknologi yang terbukti meningkatkan produksi pertanian di sana,” kata dia.

Program lain yang dilakukan Jamkrindo di antaranya pemberian bantuan bibit kopi, pelatihan pembuatan pupuk organik, dan rumah semai. 

Dalam melakukan pendampingan khususnya kopi di daerah Garut, pihaknya menggandeng Kopi Salarea. Pendampingan itu selain bertujuan meningkatkan kesejahteraan, petani kopi juga bisa memanfaatkan seluruh sumber daya alam yang tersedia.

Founder Kopi Salarea, Dadan M Ramdan mengatakan penanaman kopi di daerah Cibatu sudah berlangsung setidaknya ketika zaman Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC), bahkan peninggalan-peninggalannya hingga sekarang ini masih ada misalnya kopi yang disebut sebagai kopi buhun.

“Saat ini kondisi petani lebih semangat menanam yang mana sebelumnya kopi tidak menjadi prioritas karena harga kopi yang anjlok yang menjadikan susah di penjualannya. Sementara itu pemeliharaannya pun mahal karena berlokasi di gunung dengan ketinggian 1.800 sampai 2.300 mdpl,” kata dia.

Kopi Biji Kuning

Walaupun kondisi kebun kopi yang bisa disebut cukup menantang, tetapi saat ini masih banyak petani-petani yang menanam dan memperbaharui kopi-kopi yang sudah lama serta memperluas area tanam. Salah satu yang sedang dikembangkan oleh petani kopi Cibatu adalah kopi biji kuning yang merupakan jenis kopi arabica yang berkulit kuning.

Semangat menanam kopi bagi petani Cibatu, sambung dia, tidak lepas dari angka permintaan kopi yang terus naik. Apalagi pemerintah mengharapkan dalam 2-3 tahun ke depan Indonesia menjadi salah satu dari tiga negara eksportir kopi di dunia.

Hal itu dengan pertimbangan memiliki luas lahan dan petani yang cukup. Namun masih terdapat kendala yakni produktivitas karena masih banyak persoalan-persoalan yang dihadapi petani seperti pupuk, bibit yang belum berkualitas, pengolahan, dan lainnya.

“Tapi harapannya ketika kami dibina oleh pemerintah maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam hal ini Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), kami sangat berterima kasih. Tanpa ada bantuan dari pihak-pihak ini, petani kopi di gunung tidak bisa seperti sekarang ini,” jelas dia.

Dadan melanjutkan, kopi Cibatu sudah ada dari zaman dulu, tapi tidak dikenal. Masyarakatnya pun juga tidak terlalu mengerti di sekitarnya ada kopi. Tetapi untuk saat ini, kopi Cibatu sudah diserap dan banyak permintaan, bahkan kopi biji kuning sudah diekspor ke Belanda.

Edukasi Masyarakat

Kemitraan pengembangan kopi di Cibatu sudah berlangsung hampir tiga tahun. Bantuan pertama yang didapatkan ialah bibit kopi untuk menanam demplot satu hektar. Selain itu juga mengembangkan kedai kopi, tetapi karena pandemi Covid-19, kedai dialih fungsikan menjadi rumah roasting karena mendapat bantuan berupa alat roasting oleh Jamkrindo.

“Selain berfungsi sebagai jasa roasting, rumah roasting juga menjadi tempat edukasi pascapanen bagi petani selain edukasi pola penanaman. Adanya fasilitas rumah roasting itu, kami mengajarkan kepada anak-anak di desa, karang taruna, relawan, dan lainnya yang berminat mendalami kopi seperti belajar roasting dan barista. Alhamdulillah sudah meluluskan roaster dan barista secara independen,” ujar dia.

Dalam proses edukasi, sambung dia, dilakukan dengan bersosialisasi dan berinteraksi dengan petani secara langsung. Setelah proses pendekatan, diskusi, pemberian bantuan, para petani tambah semangat dan tertarik.

“Lima tahun ke belakang, kopi-kopi yang tidak produktif sampai ditebang habis dan diganti dengan tembakau karena pada saat itu kopi tidak menghasilkan. Akhirnya saya mengedukasi petani dengan menanam sendiri, membuat percontohan tumpang sari antara kopi dan tembakau yang kemudian petani-petani juga melakukannya,” tambah dia. (K. Setia Widodo)