Kampus
22 Januari, 2022 23:18 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Riyanta
Eduwara.com, SOLO—Institut Seni Indonesia (ISI) Solo menyelenggarakan konser gamelan bertajuk Paramagangsa, Kamis (20/1/2022) malam di Pendapa GPH Joyokusumo, Kampus I ISI Solo.
Menurut Ketua panitia, Waluyo, S.Kar, M.Sn, acara itu wujud respons positif terhadap penetapan gamelan sebagai budaya tak benda oleh UNESCO.
"Selain perayaan, acara ini juga menjadi momentum pengingat lahirnya spirit baru untuk kepedulian kelestarian gamelan di Indonesia dan dunia. Kemudian sebagai ekspresi kebersamaan masyarakat gamelan dalam komitmen menjaga, menggali, mengembangkan, dan memanfaatkan gamelan secara positif," kata dia
Konser gamelan tersebut menampilkan beragam jenis gamelan dari beberapa daerah antara lain Gamelan Ageng, Sekaten, Carabalen, Monggang; Kebyar Bali, gamelan Banyuwangi; Tun'rung Gandrang Mangkasarak, Bugis dari Makassar.
Waluyo menambahkan konser itu melibatkan 121 orang yang terdiri atas dosen, mahasiswa, dan praktisi gamelan dari berbagai komunitas.
Sementara itu, Rektor ISI Solo, Dr. I Nyoman Sukerna, S.Kar, M.Hum, menjelaskan dengan ditetapkan oleh UNESCO tentunya semakin mempertegas posisi unggul gamelan sebagai hasil olah cipta, rasa, dan karsa leluhur bangsa Indonesia.
"Pengukuhan oleh UNESCO itu bisa menjadi energi baru di tengah fakta bahwa gaung gamelan justru melirih di kehidupan masyarakat. Hal ini bisa menjadi motivasi dan spirit besar bagi masyarakat untuk kembali memiliki kepedulian terhadap gamelan," jelas dia.
Pantauan Eduwara.com, acara itu dibuka dengan penampilan Tun'rung Gandrang Mangkasarak. Mereka menampilkan Aru dan Tari Padupa. Setelah sambutan rektor, ditampilkan Gamelan Kebyar Bali yang membawakan karya I Wayan Brata berjudul Gendhing Purwa Pascima.
Penonton terlihat semakin ramai ketika menginjak acara inti yaitu pementasan kolaborasi gamelan. Kolaborasi itu memainkan repertoar gendhing-gendhing pakurmatan serta repertoar baru.
Gamelan Sekaten misalnya, repertoar yang dimainkan yaitu Gendhing Dansu yang diciptakan pada masa Paku Buwana XI. Kemudian Gamelan Banyuwangi memadukan kultur Madura dan Banyuwangi yang memainkan Pasaya Padhang Ulan.
Penonton sangat antusias menyaksikan kolaborasi tersebut. Tepuk tangan mereka pun membahana setelah pementasan selesai.
Salah seorang penonton, Javian Inggit Restian mengatakan dia sangat menikmati kolaborasi yang menampilkan gending-gending klasik itu.
"Saat ini gending klasik saya rasa masih berkutat di istana. Kemudian hanya dikeluarkan saat waktu tertentu dan tidak seramai seperti acara ini," kata dia ketika diwawancarai Eduwara.com.
Javian berharap perlu adanya edukasi terkait gending-gending yang ditampilkan. Tidak hanya berkutat di ISI, namun bisa ke sekolah-sekolah non kesenian sehingga para siswa setidaknya bisa mengetahuinya. (K. Setia Widodo)
Bagikan