Kampus
26 Agustus, 2025 02:01 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JOGJA -- Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta bekerja sama dengan Universitas Dhyana Pura (UNDHIRA) Bali kembali menghadirkan pengalaman belajar lintas budaya dan disiplin ilmu melalui program Summer Camp Visual Ethnography 2025, yang diselenggarakan pada 1 Agustus hingga 8 September 2025.
Mengusung konsep blendedlearning, program ini diikuti oleh 17 mahasiswa dari empat negara—Indonesia, Jepang, Italia, dan Uruguay—yang memiliki latar belakang akademis dan budaya beragam. Mereka mengikuti rangkaian pembelajaran daring, observasi langsung di Yogyakarta dan Bali, mengikuti diskusi kelompok (focus group discussion), hingga presentasi final.
Rektor UKDW, Wiyatiningsih, dalam sambutannya mengatakan bahwa program ini lebih dari sekadar kegiatan akademis.
“Kegiatan ini merupakan ruang perjumpaan antarbangsa dan antarbudaya, tempat kolaborasi internasional, dan pemahaman lintas budaya. Di dalamnya, para peserta bertemu, belajar, dan berkembang dalam mengeksplorasi budaya secara dinamis dan personal,” ujarnya.
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh mitra dan tim UKDW yang telah memungkinkan terselenggaranya program ini melalui komitmen dan kolaborasi lintas institusi.
"Kepada seluruh peserta, jadikan program ini sebagai ruang untuk belajar, terhubung, dan menginspirasi satu sama lain," pesannya.
Gen Z
Kepala Biro Kerja Sama dan Relasi Publik UKDW, Lucia Dwi Krisnawati, menjelaskan program ini dirancang dengan pendekatan lintas disiplin untuk membekali peserta dengan keterampilan global yang dibutuhkan di era digital. budaya
Topik Visual Ethnography dipilih karena sesuai dengan gaya belajar dan komunikasi generasi muda, khususnya Gen Z, yang akrab dengan media visual seperti gambar, video, dan narasi digital.
Visual Ethnography merupakan metode penelitian yang menggabungkan teori dan praktik pendekatan visual untuk memahami dunia dan menyampaikannya kepada orang lain. Melalui metode ini, peserta dari berbagai negara dapat berdiskusi dan bertukar wawasan tentang perbedaan adat, kebiasaan, serta cara hidup masyarakat lokal.
Selain itu, peserta juga dapat mengeksplorasi penerapan visual ethnography dalam berbagai aspek kehidupan modern, seperti desain produk, jurnalisme, atau media sosial.
“Kegiatan ini bukan sekadar tentang mengunjungi tempat-tempat baru, mengambil foto, atau merekam video. Lewat program ini, peserta belajar melihat manusia dan budaya dengan cara yang berbeda. Bagaimana bercerita melalui kamera — dengan rasa hormat, rasa ingin tahu, dan pemahaman yang mendalam. Peserta program dikelompokkan dan diberi proyek terkait Javanese and Balinese culture, local wisdom-based farming, community-based eco-tourism, personal and spiritual well being,” terangnya.
Dengan arahan dari dosen pembimbing, kelompok-kelompok yang terbentuk bebas memilih topik untuk proyek mereka. Kegiatan ini dapat dikonversi menjadi 2-3 SKS dan dapat dialihkan sebagai pengganti KKN atau mata kuliah Apresiasi Budaya.
Paola Gatti, peserta asal Uruguay, menyatakan kegembiraannya bisa mengikuti program ini.
“Saya ingin mendapatkan perspektif baru tentang etnografi dari benua yang berbeda, dan program ini sangat tepat untuk itu,” katanya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Nicole Rosen dari Italia.
“Hari ini kami mengunjungi museum, Keraton, dan Kampung Purbayan. Kami belajar tentang budaya Jawa, mencicipi makanan lokal, dan berbicara langsung dengan warga. Pengalaman yang luar biasa!” ungkapnya antusias.
Summer Camp Visual Ethnography 2025 membuktikan bahwa pembelajaran internasional tidak harus selalu formal dan konvensional. Dengan menggabungkan metode visual ethnography, kolaborasi antarnegara, dan pendekatan lintas disiplin, program ini membuka ruang bagi generasi muda untuk menjadi pembelajar global yang reflektif, berempati, dan adaptif. (*)
Bagikan