Sekolah Kita
25 Februari, 2022 23:58 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Riyanta
Eduwara.com, JAKARTA—Indonesia memiliki sekitar 718 bahasa daerah, namun sayangnya banyak yang terancam punah. Penyebab utama adalah para penutur jatinya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasanya pada generasi berikutnya.
Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim dalam Merdeka Belajar Episode Ketujuh Belas: Revitalisasi Bahasa Daerah, Selasa (22/2/2022).
Menurut Nadiem, salah satu strategi revitalisasi bahasa daerah yaitu mendorong satuan pendidikan memuat pelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal di jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah.
Hal itu juga perlu didukung kebijakan kepala daerah masing-masing. Pada provinsi, kabupaten, serta kota yang memiliki bahasa daerah dominan seperti Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali, Nadiem berharap muatan lokal yang diwajibkan adalah pelajaran bahasa daerah.
“Tetapi, wilayah-wilayah yang tidak punya bahasa daerah yang dominan, maka muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Jadi, pilihannya benar-benar ada di masing-masing sekolah,” kata Nadiem seperti siaran pers yang dilansir Eduwara.com dari laman Kemendikbudristek, Selasa (22/2/2022).
Hadirnya program Revitalisasi Bahasa Daerah makin menggugah sekolah untuk bergerak mengembangkan pembelajaran bahasa daerah yang membangkitkan kreativitas peserta didik.
“Saya juga berharap, sekolah-sekolah menggerakkan bahasa daerah bagi para pelajar dan membuat jembatan lintas generasi. Kembali pada identitas kita dan merayakan kebinekaan,” harap Nadiem.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengungkapkan, beragamnya bahasa daerah adalah bukti Indonesia negara yang besar. “Kesadaran ini perlu kita rawat dan lestarikan sekaligus sebagai benteng eling-eling, agar kita tak lupa dari mana kita berasal. Jangan sampai kita kehilangan warisan kebudayaan yang berharga ini,” ucap Ganjar.
Di sisi lain, Pendidik Masyarakat Adat dan Aktivis Sosial, Butet Manurung mengakui bahasa adalah inti kebudayaan. Informasi dalam kebudayaan tidak bisa disampaikan dari generasi ke generasi dengan utuh jika tidak menggunakan bahasa daerah.
“Hilangnya bahasa daerah artinya hilangnya kepercayaan diri, identitas, dan kebanggaan diri, hilang juga pengetahuan tentang obat tradisional, menjaga lingkungan, dan berdoa kepada Tuhan,” ucap Butet.
Bahasa daerah, sambung dia, mesti diberi ruang di sekolah-sekolah. Para penutur lokal bisa membantu guru untuk mengajarkan bahasa daerah kepada anak-anak di sekolah. (K. Setia Widodo/*)
Bagikan