Penting, Pemahaman tentang Disabilitas pada Studi Ilmu Hubungan Internasional

23 April, 2022 15:02 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

23042022-UII Kuliah Disabilitas.jpg
Tangkapan layar diskusi 'Urgensi Mata Kuliah Disabilitas dalam Studi Hubungan Internasional' Jumat (22/4/2022) petang yang diselenggarakan PSHI UII Yogyakarta. (EDUWARA/Humas UII)

Eduwara.com, JOGJA – Pemahaman mengenai kondisi dan perkembangan penyandang disabilitas menjadi nilai penting yang harus dipahami oleh mahasiswa prodi Hubungan Internasional di universitas manapun.

Keterpahaman ini menjadi dasar pengambil kebijakan untuk memastikan pemenuhan kebutuhan hak dasar bagi penyandang disabilitas berupa pendidikan, akses pada pelayanan umum serta keberlangsungan ekonomi.

Sudut pandang inilah yang dipaparkan dalam diskusi 'Urgensi Mata Kuliah Disabilitas dalam Studi Hubungan Internasional' pada Jumat (22/4/2022) petang. Webinar ini diinisiasi Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (PSHI UII) dengan dukungan dari Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII).

Dosen Program Studi Hubungan Internasional UII, yang saat ini berada di Korea Selatan sebagai Research Profesor di Korean Institute for ASEAN Studies, Busan University of Foreign Study, Muhammad Zulfikar Rakhmat menjelaskan bahwa saat ini mata kuliah 'Politik Global Disabilitas' masih menjadi mata kuliah pilihan yang ditawarkan bagi mahasiswa di PSHI UII.

"Sebagai penyandang disabilitas, Mata Kuliah Disabilitas penting untuk ada dalam pendidikan tinggi terutama dalam studi Ilmu Hubungan Internasional. Karena kelompok disabilitas itu ada menjadi aktor dalam konflik, ekonomi politik, ataupun konsep kekuasaan yang sangat kental dalam hubungan internasional," jelas Zulfikar dalam rilis yang diterima Eduwara, Sabtu (23/4/2022).

Setara

Narasumber dari Komisioner Komnas Perempuan RI, Bahrul Fuad menyampaikan disabilitas merupakan konsep yang dinamis, di mana di dalamnya terdapat konsep impairment yang menyebabkan penyandang disabilitas memiliki kebutuhan khusus, environmental barriers atau hambatan dari lingkungan, serta attitude barriers atau hambatan dari perilaku.

"Munculnya barriers atau hambatan yang dialami kelompok disabilitas ini perlu diperhatikan dan diubah. Salah satunya dengan memastikan adanya kesinambungan antara pengambil kebijakan baik pada sistem pendidikan maupun sistem layanan publik untuk memastikan pemenuhan hak-hak kelompok disabilitas," katanya.

Menurutnya, pengambilan kebijakan dalam memfasilitasi kelompok disabilitas landasannya sudah tidak boleh lagi berdasarkan charity atau belas kasihan. Tetapi harus berdasarkan HAM, sehingga kelompok disabilitas dapat diperlakukan setara.

Dosen Departemen Hubungan Internasional Universitas Airlangga, sekaligus Ketua Bidang Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) Baiq LSW Wardhani, melalui paparan mengenai 'Edukasi Isu Disabilitas dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi,' menyatakan isu disabilitas adalah isu global yang perlu mendapatkan perhatian dalam bidang pendidikan dengan kurikulum yang inklusif.

"Keberadaan mata kuliah Disabilitas dalam hubungan internasional ini merupakan langkah yang bagus untuk meningkatkan kesadaran," katanya.

Sebagai bagian dari masyarakat umum, pengambil kebijakan dalam pendidikan bertanggung jawab juga dituntut menyediakan fasilitas, sehingga siapa saja yang menuntut ilmu, termasuk penyandang disabilitas, dapat mencapai potensi penuh.