Art
14 November, 2023 07:41 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JOGJA – Melalui pelatihan pembuatan layang-layang ‘Modolan’ khas Yogyakarta, Biennale Jogja 17 2023 mengajak anak-anak kembali ke sawah dan mempelajari isu lingkungan di sekitarnya. Mengusung tema besar ‘Saba Sawah’ atau bermain di sawah, anak-anak diajak tak sekadar belajar tentang sejarah namun juga seni.
Berlangsung di Balai Budaya Karang Kitri, Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, pelatihan pembuatan layangan Modolan khas Yogyakarta pada Senin (13/11/2023) diikuti sebanyak 35 lebih siswa-siswi yang ada di Desa Panggungharjo dan Desa Bangunjiwo, Kasihan, Bantul.
Koordinator pelatihan Karen Hardini mengatakan pelatihan pembuatan layang-layang merupakan satu dari sembilan pelatihan yang diberikan kepada anak-anak selama pelaksanaan Biennale Jogja 17 2023 dari 6 Oktober hingga 25 November 2023.
“Kami memilih pelatihan pembuatan layang-layang ini karena disesuaikan dengan tema besar kita ‘Saba Sawah’. Tema ini diangkat sebagai respon untuk menjadikan sawah sebagai ruang bermain anak-anak,” jelasnya.
Isu ini juga sangat bertalian dengan Trans Lokalitas dan Trans Historisitas, yang pada esensinya dapat dimaknai sebagai upaya dialog mengidentifikasi persamaan dan perbedaan yang menjadi karakteristik global.
Melalui rangkaian kegiatan besar yang dikemas dalam Biennale Jogja 17 2023, berbagai pelatihan untuk anak yang telah digelar di antaranya, seperti Melukis di Kerai, Melukis Mural, Membuat Batik Tepung, Membuat Cap Batik dari Kertas, yang melibatkan lebih dari 90 anak Sekolah Dasar dari Desa Panggungharjo dan Desa Bangunjiwo.
“Kita berupaya mengenalkan kehidupan lokal dan seni. Di sini kita mencoba menanamkan nilai-nilai kepedulian lingkungan dengan memanfaatkan barang-barang bekas sebagai bahan utama pembuatan layang-layang,” jelasnya.
Ketua Persatuan Layang-layang Indonesia (Pelangi) Sleman Sony Purwanto yang bertindak sebagai mentor pelatihan pembuatan layang-layang menjelaskan sesungguhnya banyak anak Yogyakarta yang masih berminat bermain layang-layang.
“Namun mereka belum bisa merangkai rangka layangan dan menempel kertas dengan benar. Buktinya banyak yang mengundang Pelangi untuk memberikan pelatihan,” jelasnya.
Sony menjelaskan dengan membuat layang-layang, anak-anak tidak hanya belajar ketangkasan, keterampilan, menumbuhkan jiwa seni namun juga belajar sejarah. Pada masa lalu, layang-layang yang menghasilkan bunyi digunakan para petani saat menjelang musim panen untuk mengusir hama burung.
Bagikan