logo

Sekolah Kita

Belum Terapkan Pendekatan Saintifik, Literasi Sains hanya Dipersepsikan Pembelajaran IPA

Belum Terapkan Pendekatan Saintifik, Literasi Sains hanya Dipersepsikan Pembelajaran IPA
Pemaparan Instruktur e-Guru.id, Diana Earlyana dalam Pelatihan Reguler Pembelajaran Aktif dan Kreatif "6 Literasi Dasar" #3 - Literasi Sains, Jumat (13/5/2022). (Youtube e-Guru TV)
Redaksi, Sekolah Kita13 Mei, 2022 19:35 WIB

Eduwara.com, JAKARTA – Literasi Sains dalam pembelajaran di Indonesia hanya dipersepsikan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sebagian besar pembelajaran pun terbatas pada buku ajar atau teks, sehingga belum menerapkan pendekatan saintifik dan inkuiri. 

Terlebih lagi berdasarkan data Programe for International Student Assesment (PISA), skor pencapaian kemampuan literasi sains peserta didik di Indonesia masih di bawah rata-rata jika dibandingkan rerata skor internasional secara umum.

Demikianlah catatan penting yang disampaikan Instruktur e-Guru.id, Diana Earlyana L, dalam Pelatihan Reguler Pembelajaran Aktif dan Kreatif “6 Literasi Dasar” #3 – Literasi Sains, Jumat (13/5/2022). Acara tersebut diselenggarakan melalui siaran premiere YouTube e-Guru TV. 

Diana menambahkan, terdapat dua pengertian mengenai Literasi Sains. “Pertama, Literasi Sains bisa diartikan sebagai kecakapan memahami fenomena alam dan sosial di sekitar kita. Kedua, kecakapan mengambil keputusan yang tepat secara ilmiah agar dapat hidup lebih nyaman dan sehat,” ungkap dia.

Prinsip dasar kegiatan Literasi Sains, sambung Diana, yakni kontekstual atau sesuai dengan kearifan lokal serta perkembangan zaman. Kemudian sesuai dengan standar mutu pembelajaran yang sudah selaras dengan pembelajaran abad XXI, di mana kompetensi yang sebaiknya dikembangkan adalah kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif. Selanjutnya memenuhi kebutuhan sosial, budaya, dan kenegaraan, serta kolaboratif dan partisipatif.

Sedangkan ruang lingkup Literasi Sains yakni peserta didik perlu menangkap sejumlah konsep kunci untuk memahami fenomena alam tertentu dan perubahan yang terjadi akibat perubahan manusia. Selanjutnya peserta didik mampu menggunakan pengetahuan dan pemahaman ilmiah untuk mencari, menafsirkan, dan memerlukan bukti.

“Ruang lingkup Literasi Sains juga terkait dengan konteks kehidupan sehari-hari pada ruang kelas atau laboratorium. Konteks tersebut melibatkan isu-isu penting dalam kehidupan secara umum, seperti kesehatan, bencana alam, kualitas lingkungan, dan sumber daya alam,” jelas Diana.

Indikator dan Ide Kegiatan Pembelajaran

Diana menambahkan terdapat 13 Indikator Literasi Sains yakni intensitas pemanfaatan dan penerapan Literasi Sains dalam pembelajaran, jumlah pembelajaran sains berbasis permasalahan dan proyek, jumlah pembelajaran nonsains yang melibatkan unsur Literasi Sains, jumlah produk yang dihasilkan peserta didik melalui pembelajaran sains berbasis proyek, jumlah dan variasi bahan bacaan Literasi Sains.

Kemudian, frekuensi peminjaman bahan bacaan, jumlah kegiatan di sekolah, akses situs daring yang berhubungan dengan Literasi Sains, jumlah kegiatan bulan Literasi Sains, alokasi dana, adanya tim literasi sekolah, kebijakan sekolah mengenai Literasi Sains, serta jumlah penyajian informasi Literasi Sains dalam berbagai bentuk seperti infografis dan alat peraga proses terjadinya hujan.

Menurut Diana, ide kegiatan belajar kreatif Literasi Sains bisa diwujudkan melalui simulasi bencana alam. 

“Simulasi bencana alam ini misalnya bencana yang paling dekat dengan sehari-hari. Terlebih lagi di Indonesia, di mana setiap daerah pasti memiliki potensi terjadi bencana. Hal ini bisa dijadikan kegiatan pembelajaran, sehingga peserta didik siap dan tahu bagaimana mengatasi kesulitan saat terjadi bencana,” ujar dia.

Lebih lanjut, ide kegiatan belajar kreatif juga bisa dilakukan melalui pemanfaatan makhluk hidup bagi kehidupan manusia. Peserta didik bisa dikenalkan mengenai makhluk hidup di sekitar mereka, ada makhluk hidup yang bermanfaat dan ada yang menjadi hama bagi manusia. Hal tersebut bisa dipelajari lebih dalam hingga mereka mengenal dan dapat memanfaatkannya.

Selain kedua hal tersebut, kegiatan belajar kreatif juga bisa dilakukan melalui simulasi daur hidup seperti metamorphosis kupu-kupu, katak, dan serangga. Kemudian menganalisa dampak polusi, simulasi dan demonstrasi perilaku hidup bersih dan sehat, demonstrasi fenomena alam seperti terjadinya siang dan malam, penggunaan teknologi sederhana bagi kehidupan manusia, dan eksperimen sifat benda cair dan padat. (K. Setia Widodo)

Read Next