logo

EduBocil

Berjuang Hadapi Sinyal Buruk di Pelosok, Cucu Suryana Lulus Seleksi Program Guru Penggerak

Berjuang Hadapi Sinyal Buruk di Pelosok, Cucu Suryana Lulus Seleksi Program Guru Penggerak
Semasa pandemi Covid-19, Cucu berinisiatif belajar secara luring dengan cara mendatangi siswa untuk belajar secara berkelompok bergiliran ke rumah siswa. Cucu harus menjalani jalanan yang curam, licin, dan terjal serta rentan tergelincir ke jurang. ( EDUWARA/Bhakti/ YOUTUBE Ditjen GTK Kemdikbud RI)
Bhakti Hariani, EduBocil24 Januari, 2022 20:44 WIB

Eduwara.com, DEPOK – Menjadi Guru Penggerak melalui Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) yang diluncurkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mungkin tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Cucu Suryana, guru SDN 3 Girimukti, Kecamatan Cisewu, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. 

Tinggal jauh di pelosok pedalaman tak membuat Cucu patah semangat. Saat awal mendaftar dan mengikuti seleksi, Cucu tak menyangka dirinya lulus dan bisa mengikuti program yang berlangsung selama sembilan bulan ini. Kurun waktu April hingga Desember 2021, Cucu berjuang mengikuti PGP dengan segala kendala yang harus dia hadapi.

“Sungguh tidak mudah mengikuti PGP ini, apalagi bagi saya yang tinggal di pelosok pedalaman. Pengalaman yang sangat sedih untuk diingat adalah ketika mengikuti meeting secara daring pada sore hari bersama instruktur dan fasilitator, sungguh suatu tantangan mengingat sinyal internet yang tidak stabil. Terlebih saat hujan turun, sinyal sangat buruk bahkan terkadang mati listrik sehingga koneksi internet pun terputus. Sehingga meeting menjadi tidak maksimal,” tutur Cucu mengisahkan perjuangannya di kanal YouTube Ditjen GTK Kemdikbud RI seperti dilihat Eduwara.com, Senin (24/1/2022).

Saat dinyatakan lolos, Cucu merasa sangat bersyukur dan bahagia, segala perjuangan luar biasa yang dia lakukan menjadi terbayarkan. Perjuangan Cucu tidak hanya dia rasakan semasa menjalani PGP. Sepanjang pandemi Covid-19 perjuangannya sebagai guru menjadi berkali lipat beratnya.

Larangan sekolah tatap muka dan digantikan dengan sekolah daring, jelas tidak mudah dilakukan di desa pelosok seperti di Girimukti, Kecamatan Cisewu. “Kegiatan daring di daerah sangat sulit untuk dilakukan. Tidak semua murid memiliki gawai untuk belajar daring,” ungkap Cucu.

Akhirnya Cucu membuat inisiatif belajar secara luring dengan mendatangi siswa untuk belajar secara berkelompok bergiliran ke rumah siswa. Cucu harus menjalani jalanan yang curam, licin, dan terjal serta rentan tergelincir ke jurang. Siswa dibagi menjadi dua kelompok belajar. Siswa pun belajar dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan yakni memakai masker.

Selama mengikuti Program PGP, Cucu juga berinovasi dengan membuat modul belajar yang menunjang kemampuan siswa agar cepat dapat membaca. Bahannya dia kumpulkan dari internet dan diberi nama ‘Salaka Baca’. Cucu juga membuat buku bersama rekan-rekan sesama Guru Penggerak.

“Semasa menjalani Program PGP, benar benar membuka pola pikir saya. Saya menyadari bahwa seorang guru adalah ibarat petani dan murid ibarat biji tumbuhan yang jika disemai dengan baik, dirawat sungguh-sungguh oleh si petani, maka bisa menghasilkan tanaman yang berkualitas meski kualitas biji tersebut tidak terlalu baik,” papar Cucu.

Apa yang telah didapatkan dari Program PGP pun Cucu berikan kepada para siswa dan sesama rekan guru di sekolahnya. Siswanya jadi menyadari pentingnya belajar membaca menulis berhitung (Calistung) yang sangat bermanfaat untuk bekal kehidupan mereka kelak.

“Saya selalu menanamkan dalam diri saya bahwa nilai bukanlah patokan kesuksesan seorang murid. Sedangkan untuk sesama rekan guru, saya membantu mereka untuk mengubah cara mereka berpikir,” papar Cucu.

Dia pun mengajak rekan-rekannya sesama guru untuk mengikuti Program PGP ini. “Ayo ikuti tes seleksi Guru Penggerak. Tidak peduli di kota dan di pelosok. Kita semua sama dan kesempatan kita juga sama. Kita harus mencerdaskan kehidupan bangsa ini bersama-sama,” ajak Cucu dengan penuh semangat. 

Read Next