Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, MALANG—Fenomena mudik muncul seiring maraknya urbanisasi masyarakat Indonesia sehingga momen libur Lebaran menjadi kesempatan emas untuk berkumpul bersama.
Dosen Sosiologi UMM Mochamad Aan Sugiharto, mengatakan mudik telah lama dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, utamanya ketika menjelang hari raya Idulfitri maupun Iduladha.
Meski rutinitas tersebut sempat dilarang pada tahun 2020 dan 2021 karena pandemi, kini pemerintah sudah memberikan kelonggaran bagi masyarakat untuk memungkinan mudik ke kampung halaman.
"Fenomena mudik ini muncul seiring proses urbanisasi masyarakat Indonesia," katanya, Kamis (12/5/2022).
Banyaknya masyarakat usia produktif yang menimba ilmu maupun bekerja di kota-kota besar membuat momen libur lebaran menjadi kesempatan emas untuk dapat berkumpul bersama keluarga.
"Sebenarnya tidak ada data pasti kapan pertama kali fenomena mudik ini muncul. Namun melihat fakta bahwa mudik itu adalah suatu kondisi berpindahnya orang-orang yang kota ke desa untuk sementara waktu, maka hipotesisnya adalah mudik mulai muncul seiring dengan banyaknya proses urbanisasi," jelas kepala Laboratorium Sosiologi tersebut.
Aan, sapaan akrabnya, mengatakan mudik juga berfungsi untuk merekatkan kembali hubungan emosional antar individu. Dalam sosiologi, hal ini penting karena terjalinnya hubungan antar individu dapat mempererat solidaritas.
Solidaritas di masyarakat, kata dia, secara umum terbagi menjadi dua yaitu mekanis dan organis. Masyarakat kota itu tergolong bersolidaritas organis. Interaksi yang dibangun dalam keseharian cenderung karena kebutuhan.
Adapun, masyarakat desa tergolong bersolidaritas mekanis karena interaksi dari solidaritas ini adalah keseharian yang cenderung kekeluargaan. Namun, saat ini mulai banyak masyarakat kota yang ingin menerapkan konsep kekeluargaan dalam setiap interaksinya. Oleh karenanya, mudik dapat memperkuat konsep tersebut.
Selain dampak positif, dia menegaskan, mudik juga membawa beberapa dampak negatif. Mudik selalu identik dengan perjalanan panjang, lama, dan melelahkan yang terjadi karena kepadatan lalu lintas. Mobilisasi masyarakat secara besar-besaran menggunakan kendaraan pribadi menjelang hari raya menyebabkan masalah baru yaitu kemacetan.
Ada tiga alasan utama kenapa masyarakat Indonesia tidak menggunakan transportasi umum, yakni konektivitas sarana prasarana angkutan umum tidak menjangkau sampai ke pelosok desa. Stasiun ataupun terminal letaknya selalu di kota yang jauh dari tempat tinggal pemudik.
Selanjutnya, keterbatasan tiket dan waktu keberangkatan, di mana mayoritas pemudik adalah pekerja maupun karyawan yang waktu liburnya biasanya mendekati hari H, sedangkan tiket biasanya tersedia jauh sebelum atau sesudah hari H.
Faktor terakhir, yakni faktor aktualisasi diri. Menurut Aan, pemudik biasanya cenderung ingin memberitahu kepada keluarga dan tetangga bahwa mereka sukses mengadu nasib di kota. Salah satunya dengan cara pulang dan membawa kendaraan pribadi ataupun simbol yang memperlihatkan kesuksesan mereka.