Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM), R Wisnu Nurcahyo, terlibat dalam upaya konservasi dan penyelamatan Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) dari ancaman kepunahan. Wisnu tergabung dalam Veterinary Society for Sumatran Wildlife Conservation (VESSWIC).
Dalam upaya ini, Wisnu dan tim mengembangkan strategi untuk menjaga dan menyelamatkan Gajah Sumatera. Salah satu program yang dijalankan adalah peningkatan kualitas pengelolaan gajah jinak Sumatera secara terpadu.
Program lainnya adalah membangun Sistem Database Gajah jinak terkait data individual, rekam medis, identifikasi penyakit dan analisis DNA.
"Gajah Sumatera, yang menjadi subspesies Gajah Asia, masih tersisa di dunia dengan status terancam punah dan populasinya terus menurun karena berbagai faktor. Upaya konservasi penting dilakukan guna menjaga dan melestarikan Gajah Sumatera ini," papar Wisnu, Selasa (8/2/2022).
Populasi Gajah Sumatera saat ini diperkirakan mengalami penurunan sekitar 35 persen dari tahun 1992. Angka ini merupakan penurunan yang sangat besar dalam waktu relatif pendek. Data World Wildlife Fund for Nature-Indonesia (2008) menyebutkan populasi gajah dengan total individu diperkirakan sebanyak 2400-2800 ekor.
Wisnu menyebut aktivitas pembalakan liar, penyusutan dan fragmentasi habitat, pembunuhan akibat konflik dan perburuan menjadi ancaman serius yang memengaruhi kelestarian hewan ini.
"Konflik antara antara manusia dan satwa liar, terutama gajah, terus meningkat seiring berjalannya waktu. Pemerintah telah membuat lokasi-lokasi untuk penanganan gajah jinak yang sudah dilatih untuk menangani gajah liar yang masuk pemukiman di daerah-daerah yang rawan konflik antara manusia dan satwa," ungkapnya.
Inbreeding
Kendati begitu permasalahan menjadi semakin kompleks. Dari sisi eksternal, terkait dengan konflik manusia dengan satwa dan perburuan liar Gajah Sumatra untuk diambil gadingnya dan diperjualbelikan.
Studi menunjukkan perdagangan online produk yang berasal dari gading gajah cukup tinggi. Pada tahun 2016 ditemukan sekitar 570 penjual online gading gajah yang teridentifikasi dengan penjual aktif ditemukan di provinsi Jawa Tengah. Lalu, pada tahun 2019, dari tiga negara yaitu Indonesia, Vietnam dan Thailand menunjukkan hanya negara Vietnam yang mengalami penurunan jumlah penjualan gading gajah.
Sementara dari sisi internal, berkaitan dengan kondisi gajah yang ditangkap dan masuk ke dalam Pusat Latihan Gajah (PLG), yang dalam jangka waktu yang lama akan memengaruhi keragaman genetik dan struktur populasi.
"Ini karena ada keterbatasan aliran gen dan peningkatan 'genetic drift' serta risiko perkawinan sesama keluarga (inbreeding). Perbedaan asal-usul dari Gajah Sumatera yang berada di PLG juga dapat memengaruhi keragaman genetik dari satwa endemik Indonesia ini," ucap Wisnu.
Dari studi yang dilakukan tim FKH UGM bersama dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan University of Liege Belgium, diketahui tingkat keragaman nukleotida yang rendah dan keragaman haplotipe ditemukan di wilayah Sumatera bagian utara (Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, red) dan yang lain di wilayah selatan Pulau Sumatra.
Hasil penelitian ini mengungkapkan distribusi haplotipe berdasarkan DNA mitokondria yang berbeda antara wilayah Sumatera bagian utara dan selatan. Rendahnya keragaman genetik pada populasi Gajah Sumatera jinak dapat berdampak buruk pada generasi Gajah Sumatera jinak yang ada di Lembaga Konservasi di masa depan.
"Langkah-langkah pengelolaan Lembaga Konservasi di masa depan harus dikembangkan untuk mempertahankan keragaman genetik dan mencegah inbreeding dari populasi Gajah Sumatera yang masih ada," tegas Ketua Asosiasi Parasitologi Veteriner Indonesia (APARVI) ini.