Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Dekan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Budi Guntoro, mengatakan dibutuhkan kolaborasi dan sinkronisasi program dari akademisi maupun pelaku industri penyamakan kulit untuk menghasilkan produk berkualitas ekspor.
“Sebagai produsen kulit terbesar di Asia Tenggara, saat ini kita masih mempunyai beberapa hambatan dan tantangan seperti daya saing teknologi dan kelestarian lingkungan,” kata Budi Guntoro, dalam rilis Minggu (19/5/2024).
Hal ini disampaikan Budi saat berlangsung Focus Group Discussion (FGD), yang merupakan rangkaian kegiatan pendanaan Erasmus+ CBHE dengan bertajuk ‘Enhancing Sustainable and Green Leather Technology in Indonesia (ELEGTEC)’ mulai 2024-2027.
Menurut Budi, posisi Indonesia cukup penting di pasar global. Apalagi ekspor kulit dan alas kaki terus tumbuh dan berkontribusi besar terhadap perekonomian. Karena itu, perlu ada sinkronisasi industri peternakan, pemotongan hewan dan usaha penyamakan kulit.
“Agar kualitas kulit segar dapat terjaga. Sehingga, bisa diolah dengan baik untuk disamak dan hasil penyamakan menjadi produks ekspor yang meningkat devisa,” jelasnya.
Melalui FGD ini, Budi mengatakan Fakultas Peternakan UGM akan menjalin kolaborasi dengan kalangan akademisi, pemerintah dan dunia industri penyamakan kulit melakukan pemetaan kebutuhan kulit di tanah air.
Hal itu juga diperlukan untuk menjawab tantangan-tantangan sekaligus menciptakan kemitraan maupun sharing pengetahuan teknologi penyamakan kulit.
Perwakilan dari Koordinator ELEGTEC di Indonesia, Yuny Erwanto, mengakui potensi dan prospek industri penyamakan kulit di Indonesia. Pihaknya melihat beberapa industri penyamakan kulit, termasuk usaha kecil dan menengah (UKM) menghadapi tantangan terkait daya saing teknologi dan pengolahan limbah.
Ia menilai perlu ada sinkronisasi industri peternakan, pemotongan hewan dan penyamakan agar kualitas kulit segar terjaga, sehingga bisa diolah dengan baik untuk disamak dan hasil penyamakan menjadi produks ekspor yang meningkat devisa.
“Dari FGD ini nantinya diharapkan akan ada landasan bagi ekosistem berkelanjutan dan saling menguntungkan melalui kolaborasi antara akademisi dan dunia industri penyamakan kulit tanah air,” terang Yuny.