Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, SOLO – Anggota Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayanti mengatakan, Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan secara eksklusif hingga anak berusia 2 tahun dan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) menjadi salah satu hal yang sangat penting bagi perkembangan bayi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan.
Pemberian MPASI bergizi kepada bayi saat bayi berusia enam bulan menjadi salah satu upaya mencegah bayi tumbuh stunting atau gagal tumbuh dan berkembang. Dalam hal itu, makanan seimbang sangat dibutuhkan untuk bayi dalam pemberian MPASI.
“Karena periode ini menjadi periode yang penting untuk pembentukan organ metabolik, perkembangan kognitif, pertumbuhan fisik, kematangan sistem imun. Ini semua penting terjadi di 1000 HPK," kata Kurniasih Mufidayanti seperti dilansir Eduwara.com, Selasa (29/11/2022), dari laman Direktorat PAUD Kemendikbudristek.
MPASI, sambung dia, merupakan satu hal yang sangat penting. Untuk dipahami bahwa ASI dan MPASI menjadi variabel yang sangat berpengaruh terhadap penanganan stunting.
“Jadi MPASI ini pendamping bukan menghilangkan ASI, dan ASI nya tetap diberikan ketika memang produksi ASI nya masih ada. Itu sangat bagus. Sekurang-kurangnya enam bulan ASI ini bisa diberikan, dan MPASI ini menjadi pelengkap untuk melengkapi ASI sampai dua tahun,” tambah dia.
Menurut Kurniasih, mencegah stunting pada anak dapat dilakukan dengan memperhatikan sejumlah hal yakni pemberian pola asuh yang tepat, memberikan ASI dan MPASI yang optimal, mengobati penyakit yang dialami anak. Kemudian perbaikan kebersihan lingkungan serta sanitasi dan penerapan hidup bersih keluarga atau Pembiasaan Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
"Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global," terang dia.
Kurniasih menyebutkan, terdapat enam pesan kunci untuk cegah stunting di Indonesia. Keenam hal tersebut yakni minum tablet tambah darah setiap hari, mengikuti kelas Ibu hamil agar janin sehat, cukup ASI saja sampai usia 6 bulan, cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, memakai jamban sehat, serta rutin ke Posyandu setiap bulan.
Tiga Hal Cegah Stunting
Senada dengan Kurniasih, Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Irma Ardiana mengungkapkan terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih.
Masalah stunting, sambung dia, dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Oleh karena itu, istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari.
"Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, memperbanyak sumber protein sangat dianjurkan, di samping tetap membiasakan mengonsumsi buah dan sayur," tegas dia.
Irma melanjutkan, dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein baik nabati maupun hewani dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita. Dimulai dari edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan.
"Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusui dini (IMD) dan berupayalah agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan," ujar dia.
Setelah itu, lanjut Irma, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. Jangan lupa pantau tumbuh kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap bulan.
"Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah. Masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas," jelas dia.
Selain hal tersebut, sanitasi dan akses air bersih juga menjadi hal yang penting. Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.
"Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua. Maka dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Oleh karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan anaknya," pungkas dia. (K. Setia Widodo/*)