logo

Gagasan

Kemenag Finalisasi KMA tentang SPO Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan

03 Desember, 2022 07:13 WIB
Kemenag Finalisasi KMA tentang SPO Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono Abdul Ghofur. (EDUWARA/Dok. Kemenag)

Eduwara.com, JAKARTA – Penyusunan Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang Standar Prosedur Operasional (SPO) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual pada Satuan Pendidikan sudah hampir selesai. 

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono Abdul Ghofur mengatakan bahwa pihaknya saat ini tengah melakukan finalisasi penyusunan KMA tersebut.

Menurut Waryono, pihaknya telah menjaring masukan, pertimbangan, dan pemikiran dari para ahli. KMA tentang SPO merupakan amar dari Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 73/2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual pada Satuan Pendidikan.

Sejak terbitnya PMA 73/2022, pihaknya bergerak cepat untuk segera menerbitkan regulasi turunannya. Regulasi tersebut diharapkan dapat menjadi langkah teknis operasional untuk memberikan pencegahan dan perlindungan bagi masyarakat, khususnya di lingkungan satuan pendidikan agama.

“Kita bisa menyusun regulasi ini dengan cepat, masalah berikutnya bagaimana implementasi regulasi tersebut di lapangan. Kita semua harus berkomitmen untuk berjuang agar tidak ada kekerasan pada siapa pun dan di mana pun,” ujar Waryono seperti dilansir Eduwara.com, Jumat (2/12/2022), dari laman Kemenag.

Waryono menegaskan, pengawalan dan komitmen untuk menerapkan regulasi ini sangat penting. Sebab, jika tidak ada pengawalan dan komitmen, maka kekerasan akan terus ada dan diproduksi.

"Kita harus menanamkan dalam benak dan hati, bahwa masyarakat yang tanpa kekerasan adalah cita-cita kita bersama,” tegas dia.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Agama Bindag Hukum dan HAM, Abdul Qodir mengingatkan bahwa standar perlindungan yang diatur dalam KMA harus disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Terkait prosedur pelaporan, dia juga meminta agar lokus maupun waktu kejadian harus spesifik.

“Kita harus tegas dalam hal ini. Harus ada aturan yang sifatnya tegas dan mengikat. Hal-hal terkait kekerasan dalam hal apa pun harus kita pungkas bersama,” kata dia.

Abdul Qodir juga menggarisbawahi pentingnya monitoring dan evaluasi dalam pengawalan penerapan regulasi. Dia mengingatkan bahwa praktik di lapangan harus dilaksanakan sesuai dengan aturan dengan penerapan sanksi yang ketat.

Selain sanksi, sambung dia, KMA juga harus mengatur tentang prosedur dan upaya pencegahan kekerasan seksual. Jika sudah disahkan, KMA akan diterapkan secara massif melalui satuan pendidikan agama dan keagamaan di Indonesia. (K. Setia Widodo/*)

Read Next