Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, SOLO—Di era globlalisasi dengan teknologi canggih ini permainan tradisional anak-anak tergeser oleh permainan modern. Permainan anak-anak yang biasa dimainkan bersama-sama di tanah lapang, seperti gobak sodor, sepak sekong, benthik, tak terlihat lagi. Anak saat ini lebih senang bermain gadget.
Anak sekarang lebih banyak bermain secara individual. Hal itulah yang menyebabkan mereka kurang bersosialisasi dengan teman di sekitar tempat tinggalnya. Saat mereka bermain game online dengan orang lain di Internet, mungkin merasa telah memiliki banyak kawan dan bersosialisasi. Namun sebenarnya mereka tak melakukan sosialisasi itu.
Hal ini cukup memprihatinkan, dengan bermain secara individual akan terjadi degradasi nilai kebersamaan, gotong royong, empati, maupun toleransi pada anak. Sering kali muncul keengganan mereka untuk berkumpul dengan kawan, karena sedang asyik bermain game di gadget.
Keprihatinan itu juga dirasakan oleh seniman Udin Oepewe atau yang biasa disapa Lik Udin. Alumnus Sastra Daerah, Universitas Sebelas Maret (UNS) itu mencoba mengumpulkan anak-anak untuk berkegiatan bersama. Anak-anak dan pelajar di sekitar kediamannya dikumpulkan dalam wadah Sanggar Pasinaon Pelangi.
Sanggar yang bertempat di kampung Pelangi, Mojosongo, Jebres, Kota Solo, itu pada mulanya menjadi tempat belajar mata pelajaran sekolah. Kemudian dengan kerja sama masyarakat diadakan perpustakaan kecil sehingga kegiatan anak terpusat di sanggar.
"Jika ada PR anak-anak mengerjakan bersama di sini. Kadang saya mendatangkan teman-teman dari FKIP UNS. Juga ada mahasiswa ISI Solo dari Meksiko yang ingin belajar bahasa Jawa secara praktik ya datang ke sini sekalian mengajari anak-anak bahasa Inggris," kata Udin saat diwawancarai Eduwara.com, Kamis (30/12/2021) di Sanggar Pasinaon Pelangi.
Setelah dua tahun berjalan, Udin melihat kejenuhan anak-anak. Maka dia berinisiatif untuk mengadakan latihan-latihan seni teater untuk pentas seperti di acara memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia atau Agustusan. Akhirnya anak-anak tertarik dengan hal itu dan mulai latihan secara rutin.
"Saya cari peluang-peluang tempat untuk pentas. Akhirnya bisa pentas seperti di Balai Soejatmoko, Sangiran, dan Tanggul Budaya. Latihan berkesenian inilah yang masih terjaga dari tahun 2015 sampai sekarang," tutur dia.
Menurut Udin, setiap Minggu pagi anak-anak diajak berkeliling kampung membawa plastik. Saat berkeliling mereka mengambil sampah yang dibuang sembarangan. Selain itu saat latihan pun mereka juga dididik rasa tanggung jawab terhadap kebersihan dan alat masing-masing.
"Intinya mengarahkan anak-anak untuk nduweni rasa handarbeni lingkungan mereka. Karena jika tidak punya rasa memiliki kan jadi sak geleme dhewe," ujar dia.
Adapun masyarakat sekitar terutama orang tua anak sangat mendukung dengan kegiatan sanggar tersebut. Udin menceritakan saat akan ada pentas, anak-anak akan mengerjakan PR di sore harinya.
Udin menerangkan hal itu menumbuhkan kedisiplinan dan tanggung jawab diri mereka sendiri. Jadi tidak ada alasan ketika selesai latihan tidak mengerjakan tugas sekolah karena merasa capai.
"Orang tua melihat perubahan anak-anak mereka sehingga menyadari oh ternyata latihan teater bisa mengubah kedisiplinan dan rasa tanggung jawab anak," terang Udin.
Dia mencontohkan ketika pentas di Sangiran, ketika di lokasi anak-anak secara mandiri mencari panggung, ruang transit, mempersiapkan alat dan merapikannya. Walaupun tetap diantar orang tua namun bisa mengerjakan kewajiban secara mandiri.
Udin berharap sanggar itu bisa berkembang dan mewadahi anak-anak maupun remaja lingkungan sekitar dengan kegiatan positif. Juga bisa mengembalikan rasa kebersamaan, sosialisasi, dan kerja sama di antara mereka. (K. Setia Widodo)