Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Dalam peluncuran program ‘Merdeka Belajar’ episode 22, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengubah seluruh skema tes masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Perubahan ini dilakukan untuk memberikan keadilan dan kesempatan inklusif bagi calon mahasiswa memilih program studi.
Berlangsung secara online pada Rabu (7/9/2022) pagi, Nadiem memaparkan perubahan skema masuk PTN dilakukan menyeluruh pada ketiga jalur. Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan jalur mandiri.
“Kebijakan ini diluncurkan untuk menyelaraskan capaian pembelajaran di pendidikan dasar dan menengah dengan skema seleksi masuk PTN, mendorong proses pembelajaran di jenjang pendidikan dasar dan menengah yang lebih holistic,” kata Nadiem.
Skema baru nantinya dinilai akan mentransformasi seleksi masuk PTN dengan menghargai capaian pembelajaran peserta didik secara menyeluruh serta menjaring calon mahasiswa berdasarkan potensi keberhasilan studi.
Dia menambahkan, pada skema SNMPTN yang saat ini menerapkan pemisahan calon mahasiswa berdasarkan jurusan di pendidikan menengah (IPA dan IPS), justru menghadirkan pembatasan bagi siswa dari sekolah menengah, yang disesuaikan dengan jurusannya, sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk menentukan jurusan lainnya.
Karena berdasarkan nilai-nilai dan prestasi pada pelajaran tertentu, di tingkat menengah siswa diarahkan untuk fokus pada pelajaran tertentu yang akan menjadi bahan pertimbangan untuk SNMPTN.
“Dampaknya, mata pelajaran lain dianggap tidak penting dan siswa kehilangan fokus untuk belajar mata pelajaran secara menyeluruh. Dengan ini kita akan melihat siswa akan menilai seluruh mata pelajaran itu penting,” lanjut Nadiem.
Ke depan, Nadiem menyebut proses penerimaan mahasiswa baru di SNMPTN didasarkan pada dua indikator utama yaitu capain nilai tertinggi yang diambil dari minimal 50 persen rata-rata raport seluruh mata pelajaran dan maksimal 50 persen nilai dari mata pelajaran pendukung atau minat atau bakat yang disesuaikan dengan prodi yang dipilih.
“Di sini PTN nantinya akan menentukan komposisi presentasi komponen satu dan dua dengan total 100 persen. Serta sub-komponen untuk komponen dua dari komposisi persentase bobotnya,” ujarnya.
Kemudian, pada SBMPTN, perubahan yang dilakukan Kemendikbud adalah pada seluruh soal-soal yang diujikan di jalur ini tidak ada lagi dari mata pelajaran. Komponen tes SBMPTN nantinya akan diganti dengan soal-soal tes skolastik yang bertujuan untuk mengukur potensi kognitif, penalaran matematika, literasi dalam Bahasa Indonesia dan literasi dalam Bahasa Inggris.
“Adanya pengujian banyak materi mata pelajaran di SBMPTN membuat peserta didik harus banyak menghafal, guru kemudian dikejar tayang untuk menuntaskan materi sehingga kurang menekankan pada pemahaman dan berujung pada pendangkalan di anak didik,” jelasnya.
Tidak hanya itu, agar siswanya banyak diterima di PTN, para guru banyak menghabiskan waktu dengan melatih mereka berlatih melalui Ujian Tertulis Berbasis Komputer (UTBK) yang dinilai menjadi indikator lolos SBMPTN.
Untuk mengejar impian lolos SBMPTN, siswa menurut Nadiem banyak mengambil les dan bimbingan belajar terpisah dari sekolah yang memerlukan biaya besar. Bagi siswa dengan ekonomi rendah, mengambil tes tambahan sangat tidak memungkinkan.
“Seleksi masuk PTN semestinya tidak menurunkan kualitas pembelajaran pendidikan menengah dan perlu lebih inklusif serta adil untuk peserta didik yang berasal dari keluarga kurang mampu,” tegas Nadiem.
Melalui berbagai soal-soal skolastik, Nadiem menyatakan nantinya anak didik akan diuji daya nalarnya, pemahaman pada kalimat, dan upaya mereka menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi.
Pihaknya juga mengubah aturan penerimaan mahasiswa melalui seleksi jalur mandiri. Dimana selama ini seleksi jalur mandiri terkesan tertutup, sulit diakses, dan menjadi kewenangan sepenuhnya dari PTN.
Hal ini menurut Nadiem dikarenakan tidak adanya standar transparansi dan akuntabilitas proses seleksi sehingga muncul persepsi publik bahwa selama ini jalur mandiri lebih berpihak kepada calon mahasiswa yang memiliki kemampuan ekonomi tinggi.
“Padahal PTN merupakan institusi pemerintah yang harus memberikan pelayanan secara adil kepada pemerintah,” jelasnya.
Karenanya pemerintah kemudian mewajibkan PTN dalam seleksi jalur mandiri wajib mengumumkan jumlah calon mahasiswa yang akan diterima. PTN juga diminta melakukan penilaian berdasarkan hasil tes secara mandiri atau kerjasama melalui konsorsium perguruan tinggi.
Kemudian PTN wajib juga mengumumkan besaran biaya atau metode penentuan besaran biaya yang dibebankan kepada calon mahasiswa yang lolos seleksi.
Terakhir, masyarakat atau calon mahasiswa diberi kesempatan untuk menyampaikan jika ada penyimpangan yang dilakukan PTN di jalur ini disertai bukti permulaan.
“Saya menekankan seleksi mandiri PTN harus berdasarkan seleksi akademis dan dilarang dikaitkan dengan tujuan komersial,” tutupnya.
Terhubung secara online, Rektor Universitas Negeri Padang Ganefri menyambut baik perubahan skema masuk PTN khususnya pada jalur SBMPTN.
Di SNMPTN, para guru dan murid nantinya akan akan lagi memprioritaskan pelajaran-pelajaran yang menjadi indikator lolos tes.
“Kemudian di jalur SBMPTN, ini memberi kesempatan bagi para siswa miskin berprestasi untuk bisa menempuh pendidikan di PTN. Pasalnya mereka selama ini enggan ikut SBMPTN karena sudah merasa kalah bersaing dengan rekan-rekannya yang mengambil bimbingan belajar di luar sekolah,” lanjutnya.
Lewat soal-soal skolastik, semua peserta nanti akan dites kemampuan kognitifnya dan ini bisa didapatkan dari seluruh pelajaran di sekolah bukan di bimbingan belajar.
Di jalur mandiri, Ganefri mengatakan perubahan yang dilakukan Kemendikbud akan mendorong PTN untuk menuruti aturan main sebelum dan sesudah proses seleksi. Sehingga mereka nantinya akan lebih transparan, demokratis, berkeadilan dan menghilangkan konsep komersial.